Amaq Solah
News Update
Loading...

Featured

[Featured][recentbylabel]

Tuesday, August 15, 2023

Bio-Kontemplasi

 

Gambar: Dokumentasi pribadi

Kontemplasi sering kita artikan sebagai perenungan; sebuah proses kita merefleksikan dan mengevaluasi kehidupan kita, apa yang baik dan apa yang buruk yang telah kita lalui. Lebih daripada itu, kontemplasi merupakan pengingat, pemberi jeda untuk kita memulai ulang atau menginstall mode baru dalam seluruh kehidupan yang kita jalani.

Jeda, disadari atau tidak, sangat subtantif dalam proses kehidupan. Jeda mengingatkan kita akan keterbatasan dan batasan diri sendiri. Tanpa kesadaran bahwa kita mempunyai batasan, maka manusia pasti akan membuat mafsadat atau kerusakan, baik atas dirinya maupun kepada orang lain.

Sebab, jamak kita fahami bahwa manusia mempunyai hasrat atau nafsu yang sama sekali tidak memiliki batasan. Bahkan agama sendiri menyindirnya dengan mengandaikan jika dua gunung emas diberikan kepada sang nafsu, maka tentu itu masih kurang. Sifat nafsu inilah yang paradoks dengan fitrah manusia yang serba terbatas. Jika dua hal yang paradoks ini dipaksakan antara satu atas yang lain, maka pasti terjadi kerusakan.

Misalnya, seberapapun lezat dan banyak makanan yang anda punya, anda tidak mungkin mampu memakan semuanya meski anda sangat menginginkannya. Jika anda tetap paksakan, maka sangat mungkin anda akan sakit perut. Inilah kerusakan yang nyata jika kita memaksakan paradoks hidup bertabrakan.

Contoh yang lebih nyata lagi terjadi seminggu lalu pada diri saya sendiri. Karena dua minggu sebelumnya saya tengah mengalami penyakit tipes, tidak ada aktifitas lain yang dapat saya kerjakan kecuali menatap layar hp dan laptop. Hasilnya screen time saya meningkat lima jam penggunaan harian menjadi 6 jam setengah, durasi yang cukup menjadikan saya memecahkan World Record penatap layar HP terlama di dunia.

Tidak menunggu waktu lama untuk saya merasakan dampaknya. Kurang lebih setelah “World record” itu terlampaui, tengkuk saya nyeri terus menerus. Isi lambung serasa meronta ingin keluar, kepala bagian belakang “nyut-nyut” tiada henti. Semua rasa itu lalu bermuara pada insomnia selama beberapa hari.

Saya, pada akhirnya, menyadari bahwa saya telah membuat kerusakan sendiri atas tubuh saya karena tidak cepat menyadari bahwa mata saya punya batasan kapan harus istirahat digunakan meski hasrat atau nafsu saya masih terus menerus menikmati scrolling sosial media, dan lainnya. Saat dua paradoks itu saya paksakan, saat itulah kerusakan atau mafsadat itu menghampiri.

Oleh sebab itu, saya tidak punya pilihan lagi selain harus memberikan jeda agar living system yang mengalami pergeseran dari posisi alamiahnya dapat bekerja memperbaiki dirinya sendiri. Proses inilah yang (lebih nyaman) saya sebut dengan istilah bio-kontemplasi daripada self-healing atau istilah-istilah lainnya. Sebab proses healing dari sistem biologis kita tidak mungkin berjalan jika kita tidak punya mekanisme penyadaran atas hakikat kedirian kita sendiri secara konsisten.

Misalnya bahwa kita secara konsisten membatasi secara praktis tindakan kita saat kita diingatkan oleh kesadaran kita bahwa tubuh biologis rapuh kita tidak akan pernah mampu secara terus menerus menampung hasrat yang tak terbatas. Jika kita tidak berusaha secara konsisten mengaktualisasikannya, sebaliknya terus menerus memaksakan sesusatu yang tak terbatas atas sesuatu yang terbatas, maka kerusakan demi kerusakan akan menghampiri kita hingga kemudian kita akan dibatasi sendiri oleh pembatas yang tidak akan bisa ditembus:tanah.

Friday, June 16, 2023

Mendulang Hikmah Penyanyi Disabilitas


Sumber: Screenshot video AGT

“Jangan bersedih, Tuhan mengirim jalan keluar di saat keadaan paling pelik. Sesungguhnya hujan deras tidak datang kecuali dari awan yang paling gelap”. Rumi

Panik, gusar, gelisah, sedih, takut, dan segala perasaan buruk pasti akan dialami orang tua manapun saat dihadapkan pada kondisi buah hati yang terlahir premature. Sebagai orang tua, saya memang belum merasakannya (tentu saja saya berharap tidak akan pernah mengalaminya, meski saat ini istri saya sedang mengandung anak kembar, yang kemungkinan prematurnya sangat besar). Namun, nun jauh sana, 17 silam, seorang Ibu di Riau bahkan harus menerima kenyataan kalau anak pertamanya, yang sekaligus cucu pertama dari orang tua dan mertuanya, terlahir di usia kandungan 6 bulan 18 hari. Suatu batas usia minimum janin seorang manusia bisa bertahan hidup kalaupun harus menatap dunia sebelum waktu idealnya tiba. Dengan bahasa yang lebih sederhana, peluang hidupnya rendah.

Ia dan suaminya tidak menyerah. Setelah tiga bulan berada di inkubator, sang bayi premature harus dibawa ke Singapura karena gejala katarak di kedua matanya. Tak pelak lagi ini menambah rasa terpuruk kedua orang tuanya. Gelap segelap malam , mungkin begitulah suasana hati kedua orang tuanya, terlebih saat mendengar peluang kedua mata anaknya sangat kecil untuk kembali normal. Sempat ada suara lirih dalam hati sang ibu, “mengapa harus aku yang menerima kenyataan ini?”. Namun tak lama ia segera menyadari, apapun yang terjadi, ini di luar kendalinya, yang berarti bahwa ini adalah keinginan sang kuasa. Ia akhirnya pasrah dan merubah prasangkanya bahwa pasti ada hikmah dibalik anugerah ini.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, sang anak mulai tumbuh meski tanpa penglihatan. Keterbatasan itu justru lambat laun mulai menunjukkan suatu keistimewaan. Mata yang tertutup ternyata malah meningkatkan kemampuan indra yang lain. Sang anak yang tuna netra itu memiliki kepekaan yang tinggi pada nada. Ya, kemampuan telinganya justru meningkat tajam. Ia belajar memainkan piano secara autodidak. Lalu mulai mengikutinya dengan iringan lagu. Lambat laun ini membentuk kemampuannya menjadi seorang penyanyi cilik yang istimewa.

Bakat istimewa yang dimiliki sang anak tidak serta merta mendapatkan pengakuan. Walau demikian, sang ibu tidak pantang menyerah untuk mendukung anaknya. Ia sampai rela meninggalkan pekerjaannya demi cita-cita anaknya tercapai. Meski begitu, tidak serta merta bakat emas sang anak mendapatkan pengakuan. Dia mencoba ikut berbagai event-event lomba kecil tetapi hanya berakhir dengan kekalahan. Kekalahannya bukan semata karena kemampuannya kurang bagus, tetapi seringkali karena fisiknya yang dianggap tidak normal. Tidak normal berarti tidak pantas jadi penyanyi idaman masa depan.

Sang anak tidak pernah menyerah. Ia mencoba menunjukkan bakat emasnya di panggung salah satu acara pencarian bakat salah satu TV Nasional. Para juri terpukau dengan suara tinggi nan syahdu dari anak tuna netra berusia delapan tahun. Kilauan emas nyatanya hanya bisa dilihat oleh penggali emas ulung. Tak heran, ia lalu keluar sebagai pemenang dalam acara tersebut. Tahun demi tahun berlalu, ia terus mengasah bakatnya dengan masuk sekolah musik. Setidaknya delapan karya telah tercipta dari tangannya yang bisa langsung dinikmati di kanal Youtube miliknya. Dia juga telah men-cover berbagai macam lagu terkenal. Jangan tanya apa dia bisa membaca Quran atau tidak, karena suara merdunya akan memanjakan telinga anda saat mendengarnya melantunkan kitab suci itu.

Menginjak usia 17 tahun, sang anak mencoba mengikuti salah satu ajang pencarian bakat terbesar dunia: American Got Talent. Sudah pasti targetnya adalah memenangi ajang itu seperti yang ia lakukan 9 tahun silam di Indonesia. Namun faktanya, keinginan sebenarnya adalah agar bisa meraih impiannya yang jauh lebih besar: sekolah di Juilliard School. Salah satu sekolah seniman terbaik di Amerika Serikat, bahkan dunia. Oleh karenanya, ia tidak pernah membayangkan penampilan pertamanya akan membuat seluruh mata dunia tertuju padanya. Dua lagu yang ia bawakan mampu menggemparkan panggung acara itu. Para juri semakin ternganga takjub saat ia mengatakan bahwa lagu pertamanya adalah ciptaannya sendiri. Ini pula yang membuat Simon, sang juri paling kritis, menekan tombol Gold Buzzer.

Tangis pecah. Semua orang mengusap matanya, semua orang terharu. Kedua orang tua sang anak memeluk erat buah hati mereka yang mungkin tidak pernah terfikirkan akan membawa kebanggaan dan kebahagiaan yang sedemikian rupa saat ini jika diingat dulu saat sang anak lahir penuh dengan keterbatasan, yang sempat menyisakan pilu bagi kedua orang tuanya. Di akhir perayaan Golden Buzzer, Terry Crews sang pembawa acara meminta penonton sekali lagi memberikan apresiasi kepada sang anak, one more time for Putri Ariani! Panggung seketika bergumuruh lebih hebat lagi dengan tepuk tangan.

Itulah sekelumit kisah perjalanan indah Putri Ariani. Hingga tulisan ini dibuat, ia telah keliling menghadiri undangan dari satu stasiun ke stasiun TV. Bahkan dua hari sebelumnya, ia telah menginjakkan kaki di Istana negara atas undangan pak Presiden. Berbagai pihak membanggakannya dan mendukung dia meraih impiannya. Semoga saja.

Terlepas dari apakah Putri Ariani meraih juara atau tidak nanti, banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah hidupnya. Kita tidak boleh larut dalam duka dan kesedihan. Jangan-jangan apa yang kita anggap paling buruk justru yang terbaik untuk kita. Jangan-jangan saat kita berada pada satu titik paling nadir dalam hidup kita, itulah saat yang tepat untuk kita mulai menanjaki tangga kebahagiaan. Persis seperti kata Rumi di atas, “Jangan bersedih, Tuhan mengirim jalan keluar di saat keadaan paling pelik. Sesungguhnya hujan deras tidak datang kecuali dari awan paling gelap”.

Lombok Timur, 16 Juni 2023


Saturday, April 8, 2023

Yakin, Ikhlas, Sabar, dan Istiqamah

 

Foto: Dokumentasi pribadi

Judul tulisan di atas adalah prinsip perjuangan yang selalu didengungkan oleh setiap warga NWDI di setiap forum. Prinsip ini dicetuskan oleh pendiri NWDI yakni Maulansyaikh TGKH.M. Zainuddin Abdul Majid. Beliau mencetuskan ini bukanlah ujuk-ujuk, tetapi sudah pasti merupakan hasil refleksi mendalam terhadap dinamika yang terjadi di internal organisasi. Namun demikian, saya tidak bermaksud mengulas  secara ontologis ihwal prinsip tersebut. Batasan pengetahuan saya menjadi “rem” sendiri bagi saya untuk nekat mencoba menguraikannya.

Dalam tulisan ini, saya hanya ingin menuangkan unek-unek saya sebagai hadiah bagi diri saya sendiri yang sedang berevolusi dari umur 29 ke 30. Fikiran, perasaan, perkataan, dan tindakan saya yang bermuara pada renungan pribadi di hari pertama perpindahan angka usia ini sepertinya tidak jauh dari prinsip yang saya buat menjadi judul di atas. Mengalami masa peralihan ke kepala tiga bagi saya suatu kenikmatan yang harus tanpa putus untuk terus disyukuri. Namun disaat yang sama fase tersebut menjadi warning bagi saya bahwa saya tidak muda lagi, dan pilihan untuk mendewasa semakin sedikit.

Di usia ke 30, pilihan mendewasa itu sepertinya terdefinisakan menjadi semakin berani mengambil resiko, mampu berfikir dan membuat keputusan dengan tepat, tidak mudah menyia-nyiakan waktu, fokus terhadap tujuan, mampu survive dan bangkit dalam keadaan sulit, percaya terhadap kemampuan diri menggapai cita-cita, nothing to lose sembari memiliki harapan yang tanpa putus, dan konsisten dalam berkarya. Semua definisi yang saya sebutkan tadi bagi saya adalah mesin penggerak yang berpotensi sebagai daya dorong saya menjadi pribadi yang lebih baik.

Definisi usia 30 yang saya uraikan tadi adalah semua hal yang saya lalui sejak Tuhan pertama kali menitipkan kesadaran akan eksistensi saya berada di dunia ini. Bagi saya, definisi-definisi tersebut jika diperas lebih kecil lagi maka akan menjadi judul tulisan ini, yang merupakan prinsip yang dititipkan Guru besar saya kepada semua jamaahnya, salah satunya saya.

Menjelang peralihan usia saya beberapa hari lalu, saya semakin merasa bahwa perjalanan kehidupan saya semakin terakumulasi dalam prinsip yang empat tersebut. Kadang saya meragukan diri saya, apakah saya bisa menjalani kehidupan ini dengan tanggung jawab yang semakin menggunung. Saat saya kepala tiga sekarang ini, saya begitu bersyukur bahwa Allah menitipkan saya calon anak kembar yang sebelumnya sedikitpun tidak pernah terbayangkan dalam benak saya. Betapa tidak? Saya tidak mempunyai gen kembar. “kan kun fayakun pak”, kata dokter kandungan saat saya katakan saya dan istri tidak punya gen kembar. Sebuah ungkapan singkat dari seorang empirisis religius yang bernilai sangat spritual bagi seorang penganut Islam seperti saya.

Tanggung jawab yang saya miliki tersebut terkadang menghadapi salah satu kerentanan iman saya untuk meyakini, “وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ”, bahwa semua rezeki makhluk sudah ditanggung oleh Allah. Tidak mudah menginternalisasi makna ayat ini secara mendalam dalam diri kita disaat kita berada pada kondisi ekonomi yang sulit. Namun kita tidak punya pilihan lain selain meyakininya. Karena dengan keyakinan itulah harapan akan selalu hidup. Bahkan ilmuan ateis seperti Stephen Hawking saja meyakini bahwa kehidupan manusia akan terus berjalan hanya jika masih tersisa harapan.

Namun seringkali harapan tidak berada pada titik temu dengan kenyataan. Apa yang kita rencanakan dalam benak kita untuk kita dapatkan demi keberlangsungan hidup, ternyata setelah dijalani bahkan dengan semaksimal kemampuan kita, bisa jadi di lapangan menghasilkan kenyataan yang berbeda. Saat kita mencoba satu peluang untuk maju, tidak pernah semudah membalikkan kedua telapak tangan. Di situlah jatuh bangun kehidupan akan kita rasakan. Kita hanya akan tetap bisa bangkit jika mampu menerimanya apapun yang terjadi dengan ikhlas dan sabar. Sebab bahkan kegagalan hanyalah api pendorong untuk kita bangkit dan melejit ke atas.

“I am grateful for all my victories, but I am especially grateful for my losses, because they only made me work harder”

Petinju terhebat seperti Muhammad Ali bahkan mengungkapkan dia lebih mensyukuri kegagalan daripada keberhasilan. Sebab kegagalan bisa menjadi alarm untuk kita lebih meningkatkan ikhtiar kita dari sebelumnya.

Dalam diri saya pribadi, kegagalan ini seperti default perjalanan saya sebelum berhasil meraih apa yang saya cita-citakan. Salah satu contoh dari sekian nikmat keberhasilan yang diberikan kepada saya adalah keberhasilan meraih beasiswa kuliah di luar negeri. Di antara sahabat-sahabat saya, hanya saya yang tidak lulus bahkan hingga 2x tes salah satu beasiswa. Namun saat saya menolak menyerah, saat itulah Allah menjawab harapan saya itu dengan beasiswa lain dengan tujuan luar negeri lebih dulu dari sahabat-sahabat tersebut.

Saya menyangka bahwa perjalanan dramatis itu adalah yang terakhir, ternyata banyak lagi setelah itu. Yang paling terkini menjelang peralihan usia saya ini, saya lagi-lagi mendapatkan kegagalan untuk melamar surat dukungan ke luar negeri. Namun karena “awak bisa karena biasa” yang melekat pada diri saya, kegagalan ini menjadi tidak seperih saat pertama kali menderita kegagalan. Lebih-lebih kegagalan ini hanya disebabkan oleh misunderstanding, bukan karena kelalaian saya, sehingga saya merasa lebih nothing to lose saat menghadapinya. Di sisi lain, saya meyakini akan ada kejutan yang lebih besar tidak lama lagi yang disiapkan Allah untuk saya jika sy tetap ikhlas menerima atas semua keputusan sementaranya ini.

Tuhan memang maha asyik, kita diuji sabar bukan dengan meniupkan rasa sabar, namun justru dengan mengirimkan ujian agar kita bisa belajar bersabar. Dia membuat kita berhasil bukan dengan menyulap kita menjadi berhasil, namun dengan menganugerahi kita kegagalan agar kita bisa belajar memberikan usaha yang lebih hingga berhasil. Roda kehidupan selalu diputar seperti ini untuk menunjukkan bahwa Allah yang menciptakan alam tidak akan menghianati hukum alam bekerja. Bahwa segala sesuatu butuh proses untuk menjadi sempurna.

Kesabaran kita menjalani proses itulah yang kemudian disebut dengan istilah konsisten atau dalam bahasa Arab disebut dengan istiqamah. Istiqamah adalah prinsip akhir dari keempat prinsip di atas. Bahwa sebuah perjuangan tidak mungkin berakhir dengan kesuksesan jika kita tidak mampu memupuk harapan kita dan menerima setiap dinamika kehidupan secara terus menerus. Proses berkelanjutan inilah yang termanifestasikan ke dalam satu kata “istiqamah”. Perjuangan hanya akan gagal saat kita jatuh lalu tidak bangkit. Namun kemenangan hanya bisa diraih jika saat jatuh, kita langsung bangkit. Sekali lagi saya mengutip kata Mutiara Muhammad Ali yang mengambil hikmah kehidupan dari ring tinju,

“Kamu bisa saja terjatuh, namun kamu akan kalah saat kamu tidak segera bangkit”

Lombok Timur, 08 April 2023

Friday, March 24, 2023

Mana yang lebih dahulu, menikah atau berkarir?

 

Foto: Dokumentasi Pribadi

Pertanyaan ihwal mana yang lebih didahulukan antara menikah atau melanjutkan karir banyak sekali terlontar dari anak-anak muda terutama yang masih berada di bangku perkuliahan. Tidak sedikit diantara mereka yang menuangkan unek-uneknya itu kepada saya pribadi. Pertanyaan itu merupakan bentuk keresahan mereka terhadap ketidakpastian akan masa depan yang akan mereka hadapi. Beberapa dari mereka menganggap bahwa memiliki pekerjaan yang layak, punya penghasilan yang cukup dan bisa saving adalah pilihan terbaik. Sebaliknya, sebagian lagi berfikir dengan berbagai alasan bahwa menikah jauh lebih baik daripada harus berkarir terlebih dahulu.

Kenyataannya, hidup tidak sesederhana membuat dua pilihan biner seperti itu. Hidup itu kompleks dan kita mempunyai permasalahan yang berbeda-beda satu sama lain, yang sebenarnya kita sendirilah yang lebih memahami permasalahan diri kita. Namun sebelum lanjut untuk mengomentari masalah itu, perlu diperhatikan bahwa perasaan ketidakpastian, kebimbangan, dan kehampaan seperti itu merupakan bentuk dari salah satu fase kehidupan yang biasa disebut oleh para psikolog sebagai “Quarter Life Crisis”. Untuk lebih memahami istilah ini, anda bisa “Googling” sendiri.

Lanjut, bagi saya pribadi, pilihan antara menikah dan berkarir dulu tidak tepat jika dibenturkan. Keduanya merupakan fase yang natural atau dalam istilah agama adalah “sunnatullah” yang memang akan selalu kita hadapi. Membenturkan keduanya berarti menihilkan salah satu fitrah hidup kita sebagai manusia. Tidak ada yang lebih penting dari yang lain. Keduanya hanyalah soal waktu dan kesempatan. Jika pada suatu waktu kita mempunyai kesempatan untuk menikah dan jalannya terbuka[1], maka alangkah lebih baiknya pilihan itu diambil bahkan jika anda masih menempuh studi sarjana anda.

Mungkin menurut anda pernyataan itu terlalu sembrono dan sikap seperti itu terlalu ceroboh. Jika dilihat dari kenyataan yang biasanya kita hadapi ketika berada pada fase itu, mungkin saja tuduhan sembrono dan ceroboh atas pernyataan itu benar. Tetapi ada kenyataan lain yang jarang anda sadari, bahwa pada fase itulah waktu terbaik anda membangun komunikasi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Mengapa bisa demikian?

Pertama, circle terbaik menjalin hubungan adalah semasa berada di bangku perkuliahan. Anda akan bertemu banyak orang yang rata-rata sama dengan anda, masih muda dan belum menikah. Hal ini memungkinkan anda punya kesempatan memilih dan saling mempelajari kecocokan satu sama lain yang lebih besar. Anda tidak harus tergesa-gesa untuk memutuskan ke jenjang pernikahan, namun yang saya tekankan di sini adalah anda harus terbuka akan adanya kemungkinan anda menjalin kedekatan dengan orang lain. Jika anda cukup beruntung menemukan yang se-frekuensi, anda akan mudah membuat proyeksi masa depan kapan harus komitmen ke jenjang yang lebih serius seperti pernikahan.

Namun, seringkali dengan alasan fokus belajar, beberapa orang menutup diri dan tidak mau memberikan kesempatan bagi dirinya menjalin kedekatan dengan orang lain semasa di bangku perkuliahan. Padahal ketika berada di dunia kerja, circle-nya akan terbatas pada lingkungan bekerjanya saja, yang kebanyakan adalah sudah menikah atau setidaknya sedang menjalin hubungan dengan orang lain.

Selain itu, kesibukan bekerja yang menuntut anda untuk fokus dan professional seringkali menyita perhatian anda secara berlebihan. Hal ini akan menimbulkan efek psikologis bagi anda dalam hal memulai hubungan dengan orang lain. Tidak sedikit yang saya temukan gagap memulai hubungan setelah berada di dunia kerja disebabkan oleh salah satunya ketidaknyamanan untuk basa-basi. Dunia kerja yang keras telah menghabiskan energi dan waktu mereka sehingga mereka menganggap basa-basi hanya menyia-nyiakan waktu mereka.

Padahal sebuah hubungan lebih-lebih hubungan asmara selalu dimulai dengan basa-basi. Sayangnya orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka seringkali menganggap basa-basi terlalu kekanak-kanakan. Tetapi yang mereka lupa, tidak ada kisah cinta yang tidak dimulai dengan sikap kekanak-kanakan. Anda harus selalu siap bersikap demikian jika ingin memulai sebuah kisah asmara anda. Sikap itu juga hanya bisa terbentuk dengan adanya antusiasme untuk saling mengenal, dan ini sangat mungkin terjadi ketika anda masih berada pada circle besar seperti dunia perkuliahan.

Kedua, rentang usia 21 hingga 25 tahun adalah rentang usia dimana semester-semester akhir ditempuh hingga perkuliahan baru saja usai. Dalam rentang ini, pengalaman di bangku perkuliahan cukup menjadi bekal untuk memasuki kehidupan yang nyata yang membutuhkan fikiran yang cukup matang. Bukan hanya itu, pada rentang itu kita juga mengalami masa-masa puncak produktif secara biologis terutama bagi perempuan. Jika anda menemukan pasangan yang membuat anda nyaman bukan hanya secara emosional tetapi juga secara fikiran, maka bisa jadi itu pertanda bahwa menikah adalah jalan terbaik bagi anda berdua untuk menggapai kesuksesan di masa depan.

Tidak sedikit figur-figur yang dianggap sukses menikah pada rentang usia itu. Sebut saja salah satunya seperti Najwa Shihab. Dia menikah diusia bahkan lebih muda dari rentang usia minimal yang saya sarankan yakni di usia 19 tahun. Sebagian anda mungkin akan mengintrupsi, “Itu kan karena dia anak orang berada!”. Anda lupa kalau banyak anak orang kelas menengah dan menikah diusia muda tetapi kandas juga di tengah jalan. Anda juga mungkin lupa kalau banyak orang yang miskin tetapi tetap langgeng dan malah bisa menjajaki tangga kesuksesan bersama.

Artinya apa? Titik tekannya ada di ekosistem rumah tangga. Ekosistem yang baik akan menghasilkan masing-masing pribadi diantara kedua pasangan akan tangguh menghadapi segala macam badai rumah tangga. Jika ekosistem rumah tangga suportif, maka tidak ada ujian yang tidak bisa dihadapi bersama. Najwa tidak mungkin sesukses hari ini jika tidak didukung oleh suami yang suportif. Sebaliknya bagaimanapun banyak harta dan kasih sayang orang tua anda, tetap saja akan berakhir dengan kegagalan jika anda dan pasangan anda gagal membangun ekosistem baik.

Ekosistem ini sendiri terbentuk dari kenyamanan anda secara emosional dan fikiran ketika menjalin hubungan di fase pra-nikah. Kenyamanan ini tidak mungkin akan terbentuk jika tidak melalui pintu perkenalan. Perkenalan hanya mungkin terjadi jika anda tidak menutup peluang mendekati atau didekati oleh orang lain. Kecuali kalau anda menganggap pernikahan itu sendiri tidak penting dalam hidup anda, maka mungkin ulasan-ulasan di atas tidak perlu diuraikan.



[1] Disclaimer: sasaran tulisan ini adalah mereka yang berusia 20 tahun ke atas atau tengah menempuh studi sarjana

Monday, August 22, 2022

Demonstrasi Sebagai Puncak Tujuan Pendidikan



Hingga tulisan ini dibuat, demonstrasi yang terjadi di tanah air masih berlangsung. Meski tidak semasif pertama kali turun, gerakan yang dipelopori para mahasiswa ini masih bergema. Kontroversi yang menyertainyapun turut menambah riuh yang ada. Banyak yang mendukung demonstrasi ini dengan alasan bahwa mereka tengah memperjuangkan aspirasi masyarakat yang telah dikebiri oleh kebijakan kontroversial yang nihil partisipasi publik. Namun tidak sedikit yang mencemooh dengan anggapan bahwa mereka tidak punya empati. Musababnya tiada lain adalah ketidakpedulian mereka dengan kasus pandemi covid-19 yang tengah klimaks.

Pandangan yang lebih sinis datang dari pemerintah, mereka menuduh dengan penuh keyakinan bahwa demonstrasi tersebut ditunggangi. Siapa yang menunggangi demo tersebut? Pihak asing tegas mereka. Karena tidak jelas yang dimaksud pihak asing itu yang mana, akhirnya pemerintah menggantinya dengan tudingan demonstran telah termakan hoaks. Hal ini disampaikan langsung oleh presiden Jokowi. Kemendikbud kemudian menindak lanjutinya dengan pelarangan demontrasi yang disampaikan ke semua instansi perguruan tinggi, meski akhirnya banyak ditolak oleh para dosen.

Jadi yang manakah yang benar? Ditunggangi asing atau termakan hoaks? Bagaimana jika demonstrasi itu dilakukan murni dari kesadaran mahasiswa tanpa ditunggangi oleh siapapun? Apa hubungan kesadaran dengan tujuan pendidikan?

Coscientizacao Friere dan Demonstrasi

Bagi Friere (1921-1997), tujuan pendidikan tiada lain adalah sebagai penyadaran yang disebut dengan Coscientizacao. Coscientizacao bukan teknik untuk transfer informasi atau untuk pelatihan keterampilan sebagaimana yang sering dimaknai sebagai makna utuh daripada “pendidikan”. Bagi Friere, Coscientizacao merupakan proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara bersama memecahkan masalah eksistensial mereka. Coscientizacao mengemban tugas pembebasan, dan pembebasan itu berarti penciptaan norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru.

Tidak cukup sampai disana, Friere memandang bahwa pendidikan semestinya dapat menyadarkan kaum tertindas agar mempunyai kesadaran kritis. Lalu apakah para mahasiswa adalah kaum tertindas cum kritis? Permasalahan ketertindasan oleh kekuasaan bukanlah permasalahan yang mesti diselesaikan oleh satu kelompok apalagi individu. Akan tetapi permasalahan ketertindasan harus diselesaikan secara bersama. Inilah inti dari proses pendidikan yaitu partisipasi. Jadi jika ada yang mencoba mendefinisikan mahasiswa sebagai bukan bagian dari kaum tertindas, maka cukuplah mereka difahami sebagai kaum kritis yang berpartisipasi melawan ketertindasan.

Untuk memahami kenapa demonstrasi bisa menjadi produk dari kesadaran kritis, sebelumnya kita perlu mamahami dulu tiga fase kesadaran: kesadaran magis, naif, dan kritis. Tiga fase kesadaran ini sendiri berasal dari tiga pertanyaan mendasar: apa masalah-masalah yang paling dehumanitatif dalam kehidupan? Pertanyaan ini mengarah kepada kemampuan mengidentifikasi. Berikutnya, apa penyebab dan konsekuensi dari masalah-masalah tersebut? Ini menuntut kemampuan analitis. Terakhir, apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut? Dapat diartikan dalam konteks “aksi”.

Bagi orang-orang yang berada pada kesadaran magis, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengubah, yang ada mereka beradaptasi dengan realitas yang ada. Ciri utama mereka adalah fatalisme, menerima begitu saja meski tahu ada ketimpangan yang tengah berlangsung. Dalam hal ini, mereka yang mencibir aksi-aksi demonstrasi mahasiswa dan selalu menganggap bahwa segala kebijakan pemerintah hanyalah demi kesejahteraan rakyat adalah termasuk dalam kategori kesadaran ini.

Pada tingkatan kesadaran yang lebih atas, orang-orang justru mengetahui penyelewengan-penyelewengan yang ada tetapi malah menyederhanakan realitasnya. Orang yang berada pada kesadaran ini cenderung melakukan romantika dengan nostalgia masa lalu dimana segalanya tampak lebih baik. Mereka menimpakan kesalahan pada individu-individu. Hal ini dapat secara nyata kita saksikan dari beberapa postingan segelintir “kaum intelek” yang menganggap bahwa tindakan demonstrasi bukanlah bagian dari aktualisasi intelektualitas.

Selanjutnya, kesadaran yang ketiga adalah kesadaran kritis. Tahap kesadaran ini ditandai dengan penafsiran yang mendalam atas berbagai masalah. Selain pada tahap kesadaran ini seseorang akan menegaskan eksistensi dirinya dan melakukan penolakan untuk menjadi “inang bagi benalu”, ia juga berusaha secara sadar dan empiris untuk mengganti sistem yang menindas dengan sistem yang adil dan bisa mereka kuasai.

Maka dari itu, demonstrasi mahasiswa menolak pengesahan undang-undang tidak dapat diartikan sebagai pembangkangan mereka terhadap pemimpin, tetapi lebih kepada perlawanan atas sistem yang minim aspirasi publik dan cenderung tertutup. Padahal seperti yang dikatakan Lord Acton, semakin tertutup suatu kekuasaan semakin cenderung untuk melakukan tindakan korupsi, dan kekuasaan yang absolut maka akan korupsi absolut.

Dengan begitu, demonstrasi yang dilakukan oleh para demonstran justru untuk menyelamatkan pemerintah supaya tidak korupsi yang pada ujungnya akan menyengsarakan rakyat. Jadi jika ada oknum yang mempertanyakan intelektualitas mahasiswa lantaran selalu turun demo, maka jawabannya adalah justru demonstrasi adalah puncak dari intelektualitas mahasiswa. Kesadaran kritis menuntut dialog, dialog mahasiswa adalah demonstrasi, tentu setelah kekuasaan menutup rapat pintu-pintu dialog yang lain dengan berbagai macam cara.

Sekilas jika kita menengok kebelakang, perjuangan-perjuangan heroik yang pernah ada selalu lahir dari rahim orang-orang yang memiliki kesadaran kritis. Para founding father bangsa kita menyadari betul bahwa untuk melawan penindasan yang diperlukan bukan menimpakan kesalahan kepada individu-individu tetapi kepada sistem. Sistemlah yang harus diperbaiki bukan mengganti individu dengan individu yang lainnya. Selama sistem yang berlaku melanggengkan “Exploitation de I’homme par I’homme”-penghisapan manusia atas manusia lainnya-selama itu pula penderitaan berlangsung.

Jalan perjuangannya tentu tidak selalu sama. Hal ini mengikuti sistem yang berjalan pada suatu pemerintahan. Pemerintahan yang sangat tertutup hanya bisa dilawan dengan revolusi, seperti yang dilakukan para pahlawan kita melawan pemerintahan kolonial. Akan tetapi, pemerintahan kita hari ini bukanlah pemerintahan ala kolonial sehingga jalan-jalan dialog mesti dikedepankan. Walaupun jalan dialog yang dimaksud adalah demonstrasi.

(Late Post Tulisan Lama)

Saturday, September 11, 2021

Pengantar Singkat Komunikasi Organisasi


Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia dibanding dengan makhluk lain adalah kemampuannya bekerjasama dalam jumlah yang relatif banyak (Harari 2017). Yang paling mencengangkan adalah bahwa manusia membangun kerjasamanya dengan sangat mudah bahkan dengan orang baru. Ini sama sekali tidak terjadi pada spesies lain. Kemampuan bekerjasama inilah yang kemudian memungkinkan manusia membangun sebuah kelompok, organisasi, komunitas, perusahaan bahkan negara.

Manusia membangun sebuah organisasi menggunakan dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif (Furqon 2003). Pendekatan obyektif adalah pandangan yang melihat organisasi sebagai sebuah struktur. Pandangan ini melihat organisasi eksis secara nyata dan memiliki batasan-batasan yang pasti. Jika menyebut kata “organisasi”, maka itu seolah kita dapat membayangkan sebuah wujud yang nyata suatu entitas yang terdiri dari orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan. Secara singkat, pendekatan obyektif ini memandang organisasi sebagai sebuah struktur. Namun tidak demikian dengan pendekatan subyektif. Melalui pendekatan subyektif, kita bisa memahami bahwa organisasi itu tiada lain hanyalah sebuah konstruksi sosial. Bahwa eksistensi organisasi tidak an sich daripada manusia. Organisasi tidak lebih dari sekedar tindakan-tindakan, transaksi, dan interaksi manusia. Secara singkat bahwa organisasi adalah proses.

Kedua pendekatan itu membawa implikasinya masing-masing. Jika kita menggunakan kacamata obyektif, untuk memahami organisasi, maka kita sebaiknya mempelajari secara keseluruhan. Dalam arti bahwa kita mencoba memahami bagaimana sebuah organisasi beradaptasi terhadap lingkungannya dan juga bertahan hidup. Dalam mengelaborasinya, kita membayangkan organisasi itu layaknya satu entitas sehingga menjelaskannya dengan sudut pandang bagaimana ia bertahan dari yang luar dari dirinya. Sedangkan pendekatan subyektif menitik beratkan kepada “apa” yang membentuknya, yaitu manusianya. Sehingga agar dapat memahaminya, maka kita mesti mempelajari unsur yang membentuknya itu, yaitu manusianya. Maka pengetahuan hanya bisa diperoleh manakala kita melihat prilaku-prilaku dari manusia dan apa makna prilaku itu bagi mereka. Dalam pembahasan berikutnya, pendekatan yang digunakan dalam mengkaji organisasi (peran komunikasi di dalamnya) secara tidak langsung disampaikan menggunakan kedua pendekatan itu.

Komunikasi dalam organisasi

Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata dalam bahasa latin yaitu communis yang berarti “sama”, “communico”, “communication”, atau “communicare” yang berarti “membuat sama”.(Ikhsan & Mandalia 2015). Merujuk asal katanya tersebut, kita dapat memahami bahwa proses komunikasi yang baik mesti menjadikan kedua belah pihak antara komunikator dan komunikan mesti berada pada posisi yang setara. Komunikasi yang baik mengandaikan tiadanya tembok pemisah antara komunikator dan komunikan. Dengan begitu, keefektifan penyampaian pesan akan berlangsung seperti yang diharapkan.

Dalam komunikasi organisasi, yang perlu diperhatikan adalah arus informasi, dimana arus informasi ini yang akan mengatur penyebarluasan informasi ke publik. Pace & Paul (1998 dalam Ishak 2012) ada empat model dominan dalam transfer informasi dalam komunikasi organisasi. Model-model tersebut adalah top-down, bottom-up, horizontal, dan lintas saluran. Dalam model top-down, para pemimpin pada umumnya memberikan perintah berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan yang harus dilakukan oleh anggotanya. Pola ini menuntut anggota lebih pasif karena bersifat job oriented dimana anggota lebih banyak menunggu perintah dari atasan.

Model kedua adalah buttom up. Alur dari pola ini adalah vertical, dimana anggota mengkomunikasikan ide atau gagasan ke atasan masing-masing. Kebanyakan organisasi menggunakan model ke tiga yaitu model horizontal, dimana setiap staf atau anggota berhubungan dengan staf atau anggota antar divisi. Sedangkan model yang keempat adalah lintasan saluran. Dalam model ini, komunikasi yang terjadi bersifat lintas jabatan. Maksudnya, anggota atau staf bisa berhubungan secara vertikal maupun horizontal di dalam organisasi. Keempat model tersebut berlaku bagi komunikasi internal dalam suatu organisasi.

Jika sebuah organisasi mampu memaksimalkan model yang tepat dalam arus komunikasinya, maka akan tercipta iklim yang baik di dalam organisasi yang mana membuat organisasi tersebut akan berjalan dengan efektif. Iklim organisasi ini sendiri adalah kualitas pengalaman subyektif dari setiap anggota atas karakter-karakter yang relatif langgeng pada organisasi. Sehingga bila model yang diterapkan tepat, setiap anggota akan memiliki pengalaman subyektif yang baik yang akan membuat kenyamanan dan keefektifan dalam bekerja. 

Namun yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin dalam setiap komunikasi adalah noise, yaitu gangguan-gangguan yang biasanya terjadi selama proses komunikasi sedang berlangsung. Gangguan komunikasi dapat berupa faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra (suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas)(Hassa Nurrohim & Anatan 2009). Selain itu, perlu juga diperhatikan situasi ketika berkomunikasi tidak hanya isi dan pesan yang disampaikan. Hal ini dapat menjadi gangguan dalam komunikasi apabila situasinya tidak tepat antara komunikator dengan komunikan.

Negosiasi dalam komunikasi organisasi

Negosiasi merupakan usaha pendekatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam rangka saling menyamakan ketertarikannya terhadap pihak lainnya (Ikhsan & Mandalia 2015). Negosiasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah  menyepakati sumber daya yang terbatas sepeti tanah, properti, dan waktu. Selain itu, negosiasi ditujukan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang di setujui oleh satu pihak sedangkan pihak lainnya belum tentu menyetujuinya. Dan yang ketiga adalah negosiasi terjadi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di berbagai pihak.

Dalam komunikasi bisnis, negosiasi terjadi dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan ini ada dua, pertama kesepakatan integratif dan kesepakatan distributif. Kesepakatan integratif adalah kesepakatan untuk mencapai win-win solution, sedangkan kesepakatan distributif adalah tawar-menawar untuk memenangkan atau menguntungkan salah satu pihak (Hamdan, Ratnasari & Hirzi 2015). Kemampuan negosiator dapat dilihat dari karakteristik personal mencakup keberanian menggali lebih banyak informasi, sabar bertahan lebih lama dari negosiator lawan, berani meminta lebih, integritas menekan untuk win-win solution, dan kesediaan menjadi pendengar yang baik.

Konflik Dalam Negosiasi

Meski pada prinsipnya negosiasi ditujukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik, namun dalam prosesnya, negosiasi sendiri bisa menemukan jalan buntu yang akhirnya menciptakan konflik lagi. Terdapat banyak hal yang dapat menciptakan konflik di dalam negosiasi tersebut, diantaranya: 1. Ketika satu pihak atau lebih menolak untuk bergerak dari posisi awal negosiasi; 2. Lebih fokus kepada orang dan posisi daripada masalah yang ada; 3. Adanya agenda tersembunyi atau rasa saling tidak percaya terhadap motivasi pihak lawan; 4. Manipulasi dan perilaku agresif terhadap salah satu pihak atau lebih; 5. Keinginan untuk menang, tanpa mempedulikan apapun resikonya; 6. Mengejar sasaran yang terlalu tinggi dan tidak realistis. 7. Tidak bersedia meluangkan waktu untuk menjajaki posisi lawan dan/atau, adanya penolakan untuk menghargai sudut pandang lawan; 8. Kurang jelasnya peran atau tingkat otoritas; 9. Kriteria subyektif yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau proses pengambilan keputusan yang tidak jelas (Zumaeroh 2010).

Adapun strategi dalam menangani konflik dalam negosiasi dibagi menjadi tiga: 1). Mencegah Konflik;2). Menangani Konflik;3). Penangguhan. Untuk mencegah konflik, negosiator sebaiknya melakukan komunikasi yang terbuka, mengenali kebutuhan lawan, dan merespon kebutuhan timbal balik.  Teknis komunikasi yang terbuka yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: Perhatikan adanya asumsi tersembunyi dihadapan semua orang, baik dari diri sendiri maupun pihak lawan; Berusahalah membuka jalurjalur komunikasi; Hindari kurangnya kejelasan dalam negosiasi; Belajar mendengarkan dengan baik; Ungkapkan perasaan dan kebutuhan dengan cara yang tidak terkesan mengancam. Berikutnya, dalam mengenali kebutuhan lawan, seorang negosiator sebaiknya menempatkan diri di posisi lawan. Jika reaksi lawan tegang, dan sebagainya, sebaiknya berhenti dan mencari alternative lain dalam pembicaraan. 

Strategi kedua menangani konflik dalam negosiasi adalah menangani konflik dengan konfrontasi. Konfrontasi yang terjadi selama konflik apabila dikelola dengan baik maka akan dapat memperjelas perbedaan terkait apa yang dianggap bernilai oleh kedua belah pihak, apa yang difikirkan masing-masing, apa yang dirasakan oleh keduanya, apa yang ingin dilakukan oleh keduanya, dan apa yang benar-benar dilakukan oleh kedua belah pihak.

Selanjutnya, strategi yang lain yang dapat dilakukan dalam menangani konflik tersebut adalah penangguhan. Jika posisi negosiasi tidak menemukan titik temu, perlu kiranya dilakukan penangguhan dalam beberapa lama, bisa lima menit, atau bisa satu hari. Penangguhan ini setidaknya bisa memberikan kedua belah pihak mengambil nafas, mengatur ulang emosi, dan memberikan waktu berfikir.

Kesimpulan

Salah satu hal yang paling menonjol dari spesial bernama manusia adalah kemampuannya bekerjasama dalam jumlah banyak dan dengan orang asing. Kemampuan ini memungkinkannya membangun kelompok dalam bentuk organisasi, komunitas, perusahaan, bahkan negara. Dalam mengelola kelompok itu, salah satu hal yang paling strategis yang dengannya sebuah kelompok tidak mungkin bisa dijalankan dengan baik adalah komunikasi. Dengan begitu, setiap unsur dalam kelompok tersebut mesti memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi. Lebih-lebih para pemimpinnya yang memiliki kekuasaan lebih dalam mengendalikan massanya.

Salah satu kemampuan komunikasi yang mesti dimiliki dalam mengelola organisasi adalah kemampuan negosiasi. Kemampuan ini semakin urgen manakala organisasi tidak bisa melepaskan diri dari interaksi dengan organisasi yang berbeda. Dalam hal ini, seperti yang dikatakan Ikhsan & Mandalia (2015) negosiasi berperan dalam rangka menyepekati sumber daya, menciptakan sesuatu yang baru, dan menyelesaikan konflik. Namun demikian, dalam negosiasi itu sendiri tidak terlepas dari konflik selama negosiasi itu berlangsung. Untuk itulah kemudian penanganan konflik dalam negosiasi juga perlu dikuasi.

 

Daftar Pustaka

Furqon, C. 2003. Hakikat Komunikasi Organisasi. Hakikat Komunikasi Organisasi.

Hamdan, Y., Ratnasari, A. & Hirzi, A.T. 2015. Kemampuan Negosiasi Pengusaha Dalam Meningkatkan Kesepakatan Bisnis. MIMBAR, Jurnal Sosial dan Pembangunan.

Harari, Y.N. 2017. Sapien, Riwayat Singkat Umat Manusia. Kepustakaan Populer Gramediia: Jakarta.

Hassa Nurrohim & Anatan, L. 2009. Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi. Jurnal Manajemen.

Ikhsan, M.F. & Mandalia, S.A. 2015. Komunikasi Public Relations Dalam Implementasi Teknik Lobi Dan Negosiasi Pada. Komunikasi Public Relations Dalam Implementasi Teknik Lobi Dan Negosiasi Pada Kegiatan Eksternal Telkom Foundation.

Ishak, A. 2012. Peran Public Relations dalam Komunikasi Organisasi. Jurnal ASPIKOM.

Zumaeroh. 2010. MENGENALI KONFLIK DALAM NEGOSIASI. Jurnal Ekonomika Universitas Wijayakusuma Purwokerto 13: 130.

 


Tuesday, February 16, 2021

Memahami Green Jobs dan Peluangnya Untuk Anak Muda di Masa Depan

      

Sumber: gettyimages.fi

     Pengertian  dan latar belakang lahirnya Green Job

     Bagi sebagian kalangan, kata “Green Jobs” mungkin terdengar masih asing. Namun kata ini sebenarnya sudah lama dikenal terutama di kalangan akademisi dan pembuat kebijakan. Menurut International Labour Office (ILO) Green Jobs adalah penciptaan lapangan pekerjaan yang layak secara ekonomi dan dan dapat mengurangi konsumsi energi dan bahan baku (dematerialize economy), mengurangi emisi gas rumah kaca (decarbonize economy), mengurangi limbah dan polusi, melindungi dan memperbaiki kualitas lingkungan serta mampu beradaptasi dengan lingkungan (Nadya Citra Ardiani, Janti Gunawan, 2021).

      Selain itu, Green Jobs sendiri menurut The United Nation Environment Program (UNEP) adalah “those that contribute appreciably to maintaining or restoring environmental quality and avoiding future damage to the ecosystem”, segala usaha yang dapat memberi dampak bagi pelestarian  atas kualitas lingkungan dan menghindari dampak kerusakan ekosistem di masa depan (Gunawan & Fraser, 2014).

      Green Jobs ada disebabkan oleh timbulnya kesadaran terhadap dampak negatif dari eksploitasi alam secara masif di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh konsep ekonomi yang memungkinkan manusia menggunakan segala cara tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum (profit oriented). Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan konsep ekonomi alternatif melalui apa yang disebut sebagai “Green Economy

    Green Economy mengandaikan perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan polisi dan emisi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial(Iskandar & Aqbar, 2019). Salah satu pilar yang dapat mensukseskan Green Economy ini adalah adanya pekerjaan yang memiliki dampak positif bukannya eksploitatif terhadap alam, maka konsep Green Jobs seperti yang dijelaskan sebelumnya menemukan relevansinya.

    Masuknya konsep Green Jobs ini juga memiliki dampak terhadap paradigma yang ada selama ini. Dalam paradigma sebelumnya, kegiatan pelestarian lingkungan (utamanya di Indonesia) selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi LSM, NGO, dan kegiatan CSR perusahan  yang berbau lingkungan(Syarif, 2011). Namun dengan masuknya konsep Green Jobs ini, pelestarian lingkungan telah membawa paradigma baru dan memberikan harapan yang lebih segar. Dunia bisnis mulai dapat dipandang bisa memberi peran lebih untuk konservasi lingkungan tidak melulu eksploitatif secara mutlak.

     Lebih jauh, konsep Green Jobs ini seolah semakin menemukan relevansinya disebabkan adanya wabah pandemi covid-19. Dapat kita baca di berbagai media bagaimana kemudian beberapa kota yang menerapkan sistem lockdown justru berdampak pada kebersihan polusi yang lebih bersih. Artinya apa? Bahwa memang betul eksistensi kita dalam menjalani kehidupan selama ini telah cukup banyak menyumbang buruk terhadap lingkungan. Namun demikian, meninggalkan aktifitas itu juga sesuatu yang sangat sulit (untuk tidak mengatakan mustahil). Oleh sebab itu, Green Jobs seperti obat manjur yang menjadi solusi alternatif mengatasi kedua perkara itu. 

Peluang Green Jobs untuk kaum muda

Lalu seperti apa saja peluang Green Jobs itu dimasa depan terutama bagi anak muda?

Beberapa peluang Green Jobs yang terbuka di masa depan untuk anak muda Indonesia bisa dibaca pada table berikut:

(Lee,2010)

Dalam table diatas, pekerjaan yang paling banyak dibutuhkan di semua wilayah dan jenis perusahaan ialah ahli bidang biogas kelistrikan. Peluang kedua terbanyak diisi oleh analis proyek karbon, ahli persampahan, dan ahli biomas. Sisanya diisi oleh ahli Geothermal, ahli listrik Hydro, dan ahli kelistrikan. Namun secara umum semua pekerjaan itu memiliki peluang besar dengan wilayah kebutuhan yang mencakup di zona lokal dan nasional.


(Lee,2010)

Dari daftar diatas, terdapat sekitar 21 Green Jobs yang menjadi lapangan utama tempat ditampungnya anak muda hari ini dan tentunya di masa depan juga. Lalu ada lagi lima tambahan sektor yang telah mengarah sebagai Green Jobs, salah satu diantaranya ialah manajer penanaman, sisanya bisa dilihat pada table di bawah ini:

(Lee,2010)

Dari sekian pekerjaan yang tersedia seperti diatas, muncul pertanyaan: Bagaimana menyiapkan skill yang sesuai dengan pekerjaan tersebut? Sebab tidak mungkin mengharapkan pekerjaan tersebut diisi jika tidak memiliki SDM yang layak, padahal untuk menjadi SDM yang layak memerlukan biaya yang besar baik itu pelatihan di informal maupun melalui institusi formal. Ironisnya, lebih banyak anak muda yang tidak memiliki biaya untuk mendapatkan pelatihan yang layak maupun belajar di sekolah formal.

Namun demikian keadaan sebenarnya tidak seburuk itu karena beberapa inisiatif banyak dilakukan baik itu oleh NGO maupun perusahaan swasta dalam menyiapkan SDM yang layak.

Studi Kasus NGO bernama Indecon menunjukkan beberapa peluang kerja bagi para pekerja dan bagaimana mereka dilatih memiliki skill yang dibutuhkan untuk itu, selanjutnya bisa dilihat pada table dibawah:

(Lee,2010)
        

Program-program pelatihan seperti ini sebenarnya juga berasal dari dorongan kuat yang dilakukan pemerintah melalui regulasi, sehingga semua perusahaan diharuskan melewati standar yang diinginkan pemerintah. Salah satu diantara regulasi itu adalah permenlh No. 06/2006 yang mengatur tentang kompetensi pelayanan lingkungan oleh baik itu personalian maupun institusi tersebut. 

Maka dari itu, rasa-rasanya, kesadaran ekologis sebaiknya sedini mungkin ditanamkan oleh kaum muda kita sebab pekerjaan dimasa mendatangpun justru lebih banyak tersedia bagi mereka yang memiliki modal kesadaran lingkungan itu. Harapan lain bertumpu kepada pembuat regulasi agar senantiasa menyediakan payung hukum yang pro terhadap konservasi alam baik itu bagi perusahaan maupun stakeholder lainnya.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done