Cermin Bernama Ramadhan - Amaq Solah
News Update
Loading...

Friday, May 10, 2019

Cermin Bernama Ramadhan



Puasa Ramadhan bisa menjadi subyek sekaligus menjadi obyek dalam konteks habits kita sehari-hari. Ia menjadi subyek ketika dengannya kita mampu merubah kualitas sebuah habits menjadi lebih baik. Lebih baik dalam arti setelah puasa terdapat habits yang secara signifikan terjadi perubahan. Misalkan sebelum puasa kita tidak terbiasa shalat malam setelah shalat isya, maka setelah melewati Ramadhan, kita menjadi terbiasa. Maka subyek disini secara khusus adalah shalat tarawih.

Shalat tarawih hanya dilakukan pada bulan Ramadhan. Meski ada yang melaksanakannya dengan 20 atau 8 rakaat, tetapi saya bisa pastikan jumlah tersebut jauh lebih banyak disbanding shalat kita sebelum Ramadhan. maka dengan jumlah yang begitu banyak dikali dengan jangka waktu yang cukup lama (sekitar 30 hari), maka akan dengan sendirinya membentuk sebuah kebiasaan baru setelah Ramadhan berlalu.

Namun disini, saya sengaja tidak menyebutkan beberapa argumentasi  pendukung misalnya berupa hasil riset terhadap perubahan habits yang disebabkan oleh sebuah aktifitas baru yang dikerjakan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan. Saya lebih memilih untuk menyerahkan kepada masing-masing diri kita. Karena terkait hal itu, beberapa riset memiliki hasil yang berbeda meski pada intinya sama, yakni butuh momentum bepuluh-puluh hari untuk menciptakan habits baru. Oleh karenanya saya berfikir kenapa tidak kita mencobanya saja sendiri.

Selanjutnya, Ramadhan sebagai subyek akan mendorong sebuah perubahan baru, namun sebagai obyek ia justru menjadi indikator kualitas ibadah kita. Saya ambil contoh shalat Tarawih lagi. Pemandangan yang biasa kita lihat saat Ramadhan adalah kebiasaan “buka tutup”. Ramai Tarawih di awal, semakin lama semakin surut dan akan banyak lagi menjelang Ramadhan berakhir.

Hal itu yang saya yakini sebagai indikator kualitas ibadah kita. Jangan-jangan ibadah yang kita jalani selama ini memang sebatas ritual yang “habis perkara” setelah dikerjakan.  Atau secara psikis kita memang tidak memiliki konsistensi setiap melakukan aktifitas. Dengan bahasa yang sederhana,Ramadhan adalah sebuah cermin, seperti apa dan bagaimana rupa kita saat Ramadhan, maka begitulah wajah kita sebenarnya di luar bulan tersebut. Bahkan bisa jadi lebih daripada itu.  

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done