Dakwah Sebagai Pilihan Utama - Amaq Solah
News Update
Loading...

Tuesday, May 7, 2019

Dakwah Sebagai Pilihan Utama



Suatu ketika Almarhum Habib Munzir Al-Musawwa, pendiri majelis dakwah dan zikir yang bernama Majelis Rasulullah SAW, pernah suatu ketika memprotes media televisi Nasional. Ia memprotes karena berfikir bahwa media-media televisi yang ada tidak memberikan tayangan yang mendidik, alih-alih yang islami yang barangkali sesuai dengan agama mayoritas penontonnya yakni Islam. Namun, setelah memprotes media tersebut, beliau terhentak ketika mendengar jawaban dari salah satu pimpinan stasiun televisi tersebut. Sang pimpinan televisi tersebut hanya menjawab singkat,” Bib, kami ini tidak bisa berjalan tanpa adanya dukungan materil, dan dukungan tersebut kami dapat dari rating jumlah penonton. Maka jika yang kami tayangkan  mungkin menurut habib tidak layak, tapi itulah yang disenangi oleh masyarakat, dan dari sana kami hidup” tegasnya.

Apa yang bisa kita petik dari kisah tersebut? Mungkin sederhana. Kita tidak bisa melihat fenomena dalam masyarakat hanya dari satu perspektif. Kita harus menyadari bahwa ada realitas lain diluar prinsip yang ideal. Contohnya kita tidak bisa merubah seketika prilaku masyarakat secara umum hanya dengan merubah jenis tontonan, karena ternyata pada kenyataannya jenis tontonanlah yang mengikuti prilaku masyarakat,seperti cerita diatas. Maka dengan begitu, kita akan sedikit terbuka untuk melihat kondisi yang berbeda, lalu kemudian kembali ke pilihan awal dan mungkin menjadi pilihan utama. Dalam kasus diatas misalnya, kita akan menyadari bahwa penyadaran nilai terhadap diri sendiri dan orang disekitar kita mungkin akan lebih realistis daripada merubah laku produsen. Produsen akan tetap berlaku seperti layaknya produsen, yang hanya akan menyediakan apa yang diminta oleh konsumen.

Lihatlah lebih jauh, menjelang Ramadhan. Iklan-iklan yang terkait dengan yang biasa kita konsumsi dibulan tersebut akan selalu lebih intens muncul dilayar TV kita. Iklan sirop misalnya. Dengan berbagai macam jenisnya, mulai ditayangkan bahkan jauh-jauh sebelum Ramadhan tiba. Lucunya, iklan tersebut justru lebih bisa menjadi alarm kedatangan Ramadhan menggantikan  kalender yang ada. Mungkin kita semua merasakannya, termasuk saya. Namun sekali lagi, ini bukan salah sirop ‘mengandung’, tapi salah kita ‘yang menanam benih’.

Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada produsen-produsen tersebut jika kita benar-benar berpuasa dengan sungguh-sungguh. Mungkin saja iklan sirop itu tidak lebih sering muncul, karena masyarakat lebih banyak ibadah dan untuk minum cukup hanya dengan air putih. Ditempat lain, Retail-retail modern bersusah payah menjajakan barang diskon, karena masyarakat justru lebih sibuk berlomba mencari diskon 70 kali lipat yang dijanjikan Allah selama Ramadhan.

Meski demikian, pilihan utama berupa penyadaran ini harus dilakukan secara konsisten. Maka dalam lanjutan cerita diatas, sang habib kemudian memutuskan untuk lebih memfokuskan diri melakukan penyadaran secara terus menerus melalui jalan dakwah hingga akhir hayat beliau. Dimulai dari dakwah dengan perbuatan (dakwah bil hal). Memulai dari diri sendiri, komitmen terhadap nilai yang benar, lalu teraktualisasi secara nyata dalam bentuk perbuatan. Baru kemudian dakwah dengan ucapan (dakwah bil lisan). Bisa dengan ceramah langsung atau melalui sosial media, seperti yang dilakukan oleh salah satu komunitas yang bernama One Day One Post (ODOP),yakni mereka bergerak untuk memposting pesan-pesan  positif minimal satu postingan dalam satu hari.


Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done