Puasa dan Manifestasi Sifat Allah - Amaq Solah
News Update
Loading...

Sunday, May 5, 2019

Puasa dan Manifestasi Sifat Allah



Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah tahunan yang dilaksanakan oleh ummat islam. Sama seperti ibadah yang lainnya, ia tidak boleh dimaknai sebatas ritual belaka. Karena setiap praktik keagamaan memiliki tujuan tersendiri meski secara subtansi sama yakni penghambaan diri kepada Tuhan.

Namun dalam praktik puasa, Allah membedakannya dengan ibadah yang lain. Dalam sebuat hadits Qudsi dikatakan bahwa pembedanya dengan ibadah yang lain adalah bahwa jika ibadah yang lain akan kembali kepada si hamba, maka puasa adalah untuk Allah sendiri dan Ia yang langsung akan (menentukan kadar) membalasnya.

Hassan Hanafi, seorang filsuf islam pernah mengatakan bahwa nama-nama Allah yang terkumpul dalam Asmaul Husna tidaklah sekedar menjadi ‘hiasan’ langit, namun ia mestinya ditarik ke bumi lalu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Memaknai pendapat tersebut, mungkin dari sekian praktik keagamaan maka puasalah yang paling representatif sebagai medium ‘menarik’ kembali sifat-sifat Allah yang terangkum dalam Asmaul-Husna tersebut.

Sebagai contoh, Ar-Rahman Ar-Rahim yang berarti maha pengasih dan maha penyayang. Tidak jarang diantara kita yang sudah gagap mengaktualisasikan sifat tersebut. Lebih-lebih selama musim pemilu yang baru saja kita lewati. Cacian, hujatan, ujaran kebencian, dan fitnah seperti menu makanan setiap hari. Akibatnya, dada kita disesaki dengan rasa saling curiga, dendam, dengki, dsb. Semua itu justru menjadi paradox dengan cita-cita untuk mengejewantahkan sifat Allah ‘yang maha pengasih dan penyayang’ tersebut.

Maka dalam praktik puasa, kita dididik untuk lebih bisa menahan ego, arogansi, ketamakan, dan ketidak jujuran. Kemudian jika semua itu bisa kita lakukan lalu secara otomatis akan menjauhkan kita dari kebenciani yang biasanya berwujud mencaci, menghujat, memfitnah, dsb. Dalam arti yang sama, jika hal itu secara terus-menerus kita mampu praktikan minimal selama sebulan ini, maka secara tidak langsung kita sedang menumbuhkan sifat ‘kasih dan sayang’ dalam diri kita. Karena ketiadaan membenci akan cenderung untuk mengasihi dan menyayangi.

Inilah yang dimaksud bahwa puasa adalah untuk Allah. Dimana sifat-sifatNya tidak hanya menjadi ‘hiasan langit’ akan tetapi menjadi rahmat di atas bumi melalui manifestasi prilaku hamba-hambanya yang dilatih melalui sebuah proses yang bernama puasa. Maka tidak mengherankan jika Allah kemudian memberikan garansi bahwa Ia yang langsung memberikan ganjaran kepada hambanya yang mampu menjalankannya secara sungguh-sungguh, karena hanya Dia yang mengetahui sejauh mana kualitas praktik itu dikerjakan.

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done