Sedikit Catatan Untuk Ketua IPP Yang Baru - Amaq Solah
News Update
Loading...

Friday, November 1, 2019

Sedikit Catatan Untuk Ketua IPP Yang Baru



Satu minggu sudah pergantian nahkoda Ikatan Pemuda Pringgabaya (IPP) diambil alih oleh yang baru. Meski secara legal belum sepenuhnya berhak membawa roda organisasi ini ke arah mana (karena belum dilantik). Namun disini saya turut bersyukur, karena pada akhirnya transisi kepemimpinan organisasi yang bahkan belum seumur jagung ini berjalan baik. Saya sendiri ikut menyaksikan dan terlibat pada Musyawarah Besar (Mubes)nya. Malah kemarin nampak bermunculan bibit-bibit baru yang rupanya, pada masa transisi berikutnya, sangat potensial menjadi pemimpin IPP yang lebih baik kedepannya lagi. Insyaallah.

Sedikit merefleksi, mungkin ada yang masih bertanya, “apa sih IPP itu? Kenapa mesti ada Ikatan Pemuda Pringgabaya? Bukankah disetiap desa sudah ada karang taruna? Atau mungkin ruang lingkupnya lebih besar, gitu?”

Begini, sebelum terlalu banyak pertanyaan lagi, mending saya langsung saja cerita sedikit. Yah, ini juga saya simpulkan-lalu saya interpretasi sendiri, dari percakapan-percakapan WA para founder-nya karena saya sendiri tidak terlibat langsung mendirikannya. Kalau salah, silakan diluruskan saja berdasarkan pendapat masing-masing.

Begini, seperti yang disebutkan dalam Anggaran Dasarnya, IPP didirikan diatas cita-cita menjadikannya sebagai wadah pemersatu pemuda-pemudi pringgabaya, yang dalam hal ini khusus di desa Pringgabaya. Nah, mungkin tepat pertanyaan sebelumnya, bukankah sudah ada karang taruna? Betul. Tapi mungkin banyak potensi yang tidak tertampung di Karang Taruna. Kita bisa lihat dari perbedaan keduanya. IPP lebih banyak diisi oleh tunas muda-yang cenderung dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sedangkan karang taruna sebaliknya, meski tergolong muda tetapi lebih banyak berumur diatas 30-an. Lebih seniorlah dari kebanyakan anggota IPP.

Lalu? Yah saya fikir jika Karang Taruna mau merenung, mungkin saja IPP lahir dari ketidakmampuan mereka mengakomodasi ide-ide dan semangat yang menggebu-gebu para tunas muda itu. Dalam beberapa kasus, saat beberapa perwakilan IPP mencoba menyampaikan ide pada salah satu persiapan  event, beberapa unsur salah satunya dari karang taruna menolak mentah-mentah dengan alasan yang sangat kuno bin kolot yakni menganggap anak-anak IPP masih bau kencur.

Saya sadar, tentu tidak tepat mengaitkan kejadian jauh setelah IPP eksis dengan asal muasal berdirinya IPP itu sendiri, tetapi saya menduga bahwa kejadian-kejadian seperti itu sudah berlangsung jauh sebelum IPP hadir, sehingga para founder IPP akhirnya memutuskan untuk menyampaikan ide-idenya dari luar ‘ruangan’ lalu mendirikan organisasi independen bernama IPP. Ia menjadi antitesis yang mencoba menggoyang status quo para patriark. Inilah sebenarnya esensi utama IPP didirikan, menjadi antitesis yang berfungsi sebagai ‘agent of control’ pemerintah setempat.

Walaupun sejauh yang saya saksikan, pengurus IPP cukup membuka diri bekerjasama dengan pemerintah desa dalam kerja-kerja sosial secara nyata. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti pendataan jumlah rumah rusak saat gempa, ikut melaksanakan kebersihan lingkungan, mendirikan bak air di lahan pemakaman desa, dan sebagainya.

Sekali lagi, status IPP itu adalah independen atau otonom. Ini mungkin menjadi perbedaan berikutnya antara IPP dengan Karang Taruna. Sudah jelas kalau Karang taruna adalah organisasi yang bernaung di bawah struktur pemerintahan desa. Bisa dikatakan Karang taruna adalah perpanjangan tangan dari Kepala Desa yang meneruskan program-program kepemudaannya.

Lalu bagi IPP sendiri, harus ingat betul dimana dia berdiri. Jangan sampai kerja utamanya sebagai ‘agent of control’ itu dinina bobokkan oleh ‘welas asih’ tangan penguasa. Boleh-boleh saja kemudian ketua yang baru IPP membawa IPP seperti tahun-tahun yang sudah lewat bekerja layaknya kerja Karang Taruna, jika dirasa melakukan kontrol dalam bentuk kritik dan saran tidak cukup. Tetapi jangan lupa, kerja-kerja taktis itu jangan sampai berdasarkan ‘like or dislike’ penguasa (lagi). IPP kedepannya harus cukup jeli menganalisis kebutuhan real dari pemuda desa Pringgabaya. Bisa dengan melakukan survey, dsb.

Apakah saya pesimis jika desa (melalui karang taruna) tidak melaksanakan program berdasarkan kebutuhan real pemuda? Saya jawab, Ya.   Sejauh yang saya saksikan, program-program Karang Taruna lebih banyak pada aspek pengembangan fisik. Programnya lebih banyak seputar olah raga saja, itupun hanya sepak bola. Bahkan tidak jelas bagaimana mengukur kemajuan persepak bolaannya karena sejauh ini sangat jarang (untuk tidak mengatakan tidak ada) pemuda desa yang berprestasi, minimal tembus club nasional.

Padahal dimana-mana, pemuda tidak hanya butuh program-program seperti itu. Masih banyak pemuda-pemuda yang menganggur yang butuh pelatihan skill. Skill disinipun harus disesuaikan, karena tidak semua pemuda menyukai satu hal yang sama. Misalnya desa hanya memberikan pelatihan barber shop dan teknik perbengkelan. Mungkin ini bagus, tetapi harus disesuaikan lagi dengan pelatihan skill yang lain agar lebih sesuai dengan minat pemudanya. Karena jika tidak, pelatihan hanya tinggal pelatihan, setelah itu mereka malah tidak jadi mengaplikasikannya di dunia kerja karena tidak sesuai minatnya.

Menyaksikan masalah kepemudaan yang semakin kompleks  dari masa ke masa itu, PR dari pemerintah desa jelas semakin berat. IPP yang berfungsi sebagai organisasi ‘agent of kontrol’ harus benar-benar jeli melihat itu agar mampu memberikan rekomendasi kepada pemerintah desa, bahkan kritik yang lebih keras jika terlalu jauh dari kepentingan umum.

Akhirnya saya ucapkan selamat bekerja untuk ketua baru Ikatan Pemuda Pringgabaya. Semoga bisa membawa organisasi ini menjadi lebih baik demi kemajuan desa Pringgabaya yang sama-sama kita cintai.

Share with your friends

Give us your opinion

1 comments

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done