“Kita ini sering men-framing Tuhan Cun” Rambok langsung menguasai kendali betuturan-nya. Sementara Lo’ Ucun menyimak dengan posisi santuy tidak terbeban oleh pertanyaannya sendiri yang kadang sempoyongan tapi berisi. Di Kos-kosan yang sederhana yang baru saja di rehab oleh Uman-si empunya, dan sahabat karib Rambok- Rambok dan kawan-kawan sering menghabiskan waktu betuturan.
“Sedut seruput dulu nih” kata Uman menimpali sembari menyodorkan rokok dan kopi. Rambok melanjutkan pembicaraannya dengan sebatang rokok yang mulai disedot. Sementara Lo’ Ucun, hanya bisa memandang menahan hasratnya ikut menikmati batangan tembakau itu. Tetapi ia faham bahwa Uman tidak senang jika ia melakukannya dengan alasan ia masih sekolah. Lagi pula ini juga amanah orang tua Lo’ Ucun kepada Uman selaku wali kos untuk selalu mengawasi dan menasehati Lo’ Ucun agar tidak melakukan perbuatan yang tidak seharusnya, seperti merokok.
“Seperti layaknya media, dimana berita itu selalu di-framing, maka..”
“sebentar, framing itu apa bang Ram?” potong Lo’ Ucun
“angkak sabar Cun, denger aja dulu” jawab rambok sambil senyum
“Aok Cun me’ denger dah dulu” imbuh Uman sambil cengengesan
“Kita kadang menganggap isi berita yang kita baca dan tonton itu sebagai kebenaran mutlak, padahal tidak mungkin media bisa menyajikan kebenaran ansich-apa adanya. Seperti kata Russel memulai menjelaskan filsafat rasionalisme dengan kata a given thing looks different in shape from every point of view, bahwa apa yang mungkin kita anggap benar belum tentu sebagai satu-satunya kebenaran. Mungkin ada kebenaran yang lain jika kita tatap dari sudut yang berbeda.”
Ucun terlihat serius menyimak, padahal biasanya ia cerewet memotong dengan bertanya. Sebenarnya, tipe seperti Lo’ Ucun ini adalah tipe anak yang beruntung. Di levelnya yang masih baru mengenyam bangku kuliah, ia sudah banyak kemajuan dalam berfikir. Ini salah satu manfaat yang ia dapat karena menyukai lebih banyak meluangkan waktu bergaul dengan yang lebih dewasa darinya dari segi pengalaman dan ilmu seperti Rambok.
“Lalu hubungannya dengan men-framing Tuhan apa?” Tiba-tiba Lo’ Ucun nyeletuk sok metodologis, sebelum Rambok menyambung kata-katanya
“Ngene Cun, Yang buat isi berita itu kan manusia. Selain karena, meminjam kata Russel barusan, manusia pada dasarnya tidak mungkin bisa melihat kebenaran secara mutlak dan menyeluruh, manusia juga seringkali dipengaruhi subyektifitas (kepentingan) nya sehingga sulit mencapai puncak obyektifitas.
Si manusia, dalam hal ini si reporter membuat isi berita dengan cara mengambil satu sudut pandang. Tujuannya ya itu, agar sesuai dengan kepentingan medianya. Siapa dan apa yang ingin di blow-up.”
“Ooo, kepentingan media itu menyesuaikan dengan konsumen kan? Seperti penjelasan kemarin?”
“Encer epe Cun sekarang” sindir Rambok sambil cekikikan
“Terus apa maksudnya bang itu…?” belum selesai kata-kata Ucun Rambok langsung nyamber
“Men-framing Tuhan?”
“Hehe, itu bang”
“Ya itu Cun, sama seperti reporter media yang mengamati peristiwa-peristiwa. Kita semua juga gitu kok. Kita bercerita dari sudut apa yang dihasilkan oleh indra kita;apa yang kita dengar, lihat, rasakan, dan sebagainya. Yang kadang cenderung satu sudut pandang dan sesuai subyektifitas kita. Malah parahnya pengalaman indrawi itu belum benar-benar jelas kita rasakan tapi kita paksa saja menyimpulkan agar bisa segera bercerita.
Salah satu pengalaman indrawi kita hari ini yang banyak kita rasakan adalah cuaca yang tak kunjung berubah menjadi musim penghujan. Lalu kita merasakan udara yang semakin panas. Kita semakin semangat bercerita saat orang lain juga mengalami pengalaman indrawi yang sama dengan kita.
Kita bareng-bareng berspekulasi dengan commonsense kita. Bahwa semua ini terjadi karena pembangkangan kita dari ibadah kepada Tuhan. Kita hubung-hubungkan dengan prilaku immoral seperti Zina, aborsi, dll sabagai penyebab tunggalnya”
“Loh kan emang benar itu” Ucun membantah Rambok dengan wajah penuh keyakinan.
“Nah justru itu Cun, itu yang disebut framing, kebenaran yang kita lihat dan sampaikan hanya dari satu sudut pandang. Padahal kan belum tentu itu satu-satunya penyebab. Pembalakan liar, sampah, dan eksploitasi alam lainnya juga sangat besar perannya menjadikan cuaca kita tidak menentu.
Jadi jangan lah kemudian kita framing Tuhan seakan-akan ketidak senangannya hanya karena kita tidak sholat, lalu mengerjakan maksiat zina, membunuh, membuang bayi seperti yg marak terjadi, dan sebagainya, dan sebagainya. Bisa jadi Tuhan sedang ngambek lalu menyodorkan langsung akibat perbuatan kita mengeksploitasi alam dan tidak ada i’tikad baik sama sekali memperbaikinya."
“Ooo gituu..baik-baik, saya faham sekarang” simpul Lo’ Ucun mengangguk