Sama-sama Jualan (betuturan 1) - Amaq Solah
News Update
Loading...

Thursday, December 5, 2019

Sama-sama Jualan (betuturan 1)



Sambil menghisap sebatang rokoknya, Rambok seperti biasa termenung dengan tatapan kosong, dan membiarkan fikirannya mengembara. Seolah ingin mengamalkan sabda filsuf Descartes bahwa ia eksis saat ia berfikir, “Cogito, ergo sum”. Tetapi tidak. Bukan itu. Ia memang terbiasa, bahkan sudah menjadi otomatis dalam sistem otaknya untuk berfikir setiap hari. Ia pun kadang berdebat, malah bernegosiasi meminta barang semenit saja agar otaknya istirahat berfikir. Tetapi sungguh otaknya tidak menyanggupi. Bukan karena tidak mampu. Tetapi sekali lagi, otaknya sudah otomatis begitu.

Sulit memang mencari alasan yang tepat kenapa otaknya si Rambok terus menerus bekerja dengan fikirannya. Meski sebenarnya ia tahu secara empiris, itu bermula semenjak bersentuhan dengan dunia filsafat. Ia merasa filsafat sudah seperti udara yang dengannya jantung terus menerus memompa darah lalu memberikan satu kehidupan bagi empunya. Filsafat memacu otaknya memompa fikiran-fikirannya  terus menerus, jika sesaat saja berhenti maka kehidupannya akan berakhir.

“Sudah lama bang Ram?” tanya Lo’ Ucun yang terlihat membuka pintu kamar kosnya sambil keluar mendekati Rambok

“Barusan dateng” jawab Rambok yang masih setengah berada dalam alam fikirannya

“Kamu ndak kuliah?” sambungnya

“Hari ini libur bang”

“owh”

Ucun duduk bersila dekat Rambok. Seperti biasa pasti ia ingin melontarkan pertanyaan sebagai pemantik obrolannya setiap Rambok datang berkunjung ke kosnya. Obrolannya mencakup segala hal. Apa yang terlintas di kepala sah-sah saja bagi Lo’ Ucun untuk dikupas dan dipertanyakan.

“Bang kenapa sih berita-berita di media itu membosankan?” Lo’ Ucun mengejar

“Siapa suruh kamu mantengin media terus” Rambok cengengesan

“Yak kan zaman sekarang gak mungkin gak lolos dari media bang. Baru buka HP aja udah disuguhi notif berita”

“Oh jadi kamu bosan karena itu”

“Gak juga bang, yang bikin bosan itu karena beritanya selalu yang kontroversial, sensasional. Terus bahasanya bombastis. Pas buka, yah isinya biasa-biasa saja. Gak da yang penting. Gak berguna lah gitu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.hehe”

“Wuih, ngomongmu kayak politisi ya sekarang, pakai berbangsa-bernegara segala”

“Haha, pengen aja bang rasain sensasi pakai bahasa elit mereka.hihi”

“Kamu tahu gak apa persamaan politisi, pedagang, dan media?” Rambok langsung nembak

“Mmm..gak tahu tuh bang, emang ada ?” Lo’ Ucun kadang terlihat pintar saat bertanya, namun sejatinya ia masih polos dalam berfikir. tetapi ini singkron sebenarnya. Ia bertanya karena benar-benar tidak tahu. Tidak seperti peserta-peserta di kebanyakan forum diskusi dan seminar yang justru bertanya disertai motif: ingin terlihat kritis, pemenuhan eksistensi, yang lebih konyol berebut doorprize.

“Simple Cun, bedanya mereka sama-sama berjualan. Kalau pedagang menawarkan barang dan jasa, maka media menawarkan informasi dan politisi menjajakan janji”

“Kalau mereka memang sama-sama berjualan, kok jualan mereka membosankan? Isinya berita artis kawin cerai. Tadi saya baca ada ustadz terkenal cerai, jadi viral. Beberapa hari sebelumnya beritanya soal mantan bintang film porno dukung timnas sepak bola kita. Terus viral lagi tuh ucapan artis di luar negeri yang dianggap tidak nasionalis. Ah pokoknya membosankan. Tidak ada untungnya secara langsung bagi kehidupan sehari-hari kita”

“Hafal betul ya kamu beritanya” Rambok menyindir

“Ya kan terpaksa bang, itu saja yang muncul soalnya. Buka facebook itu yang muncul. Buka IG itu juga yang muncul. Ya mau gak mau aku buka juga.hehe”

“Iya, lain kali aku jelasin kamu kenapa bisa gitu. Tapi kamu bisa cari sendiri dulu lah di Syaikh mu itu, si mbah Google. Ku jawab pertanyaanmu dulu” Meski masih belajar, Rambok tetap mencoba memberi penjelasan sepengatahuannya, sejauh yang sudah dipelajarinya.

“Dalam ilmu ekonomi ada namanya supply dan demand. Jadi ketersediaan barang itu tergantung dari kebutuhan konsumen. Jadi sederhana saja Cun. Jika pedangang sebelum berjualan haru melihat kebutuhan konsumen, media dan politisi juga begitu.

Media menyuguhkan berita sesuai dengan kebutuhan konsumen. Politisi menawarkan janji sesuai dengan janji apa yang disenangi kebanyakan orang. Jadi kalau beritanya itu-itu saja, mungkin kebanyakan kita masih suka dengan berita itu. Meski bagi kamu membosankan dan tak berguna. Kamu juga bisa menyimpulkan mengapa politisi janjinya itu-itu saja. Ya karena kebanyakan kita masih terbuai dengan jenis-jenis janji itu. Ngeno Cun!”


Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done