Beberapa hal yang saya pelajari dari kawan-kawan yang
bergelut di bidang literasi, seni dan sastra Lombok Timur: ketekunan,
produktifitas, kreatifitas, dan sportifitas.
ketekunan. Jika anda memiliki daya dukung yang lengkap dan
serba ada, mungkin tidak terlalu mengherankan jika anda bisa tekun melakukan
sesuatu. Tetapi justru kebanyakan dari mereka yang saya temui adalah
sebaliknya. Daya dukung berupa fasilitas, finansial, dan sumber-sumber lainnya
seringkali serba berkekurangan.
Namun hal itu tidak sampai membuat mereka cepat menyerah.
Pelan tapi pasti, mereka terus bergerak dan menuntaskan latihan-latihan,
diskusi-diskusi, dan pencapaian pencapaiannya. Bagi saya, inilah ketekunan yang
sebenarnya.
Produktifitas. Meski secara sepintas kehidupan mereka
mungkin terlihat amburadul, tak terurus dengan pakaian yang tak bisa rapi
dengan rambut gondrong kemana-mana, soal produktifitas bisa jadi anda harus
belajar banyak kepada mereka.
Prinsip mereka bukanlah kerja, kerja, kerja, tetapi karya,
karya, karya. Maka tak heran jika anda berada dilingkaran mereka maka anda akan
sering mendengar mereka saling melempar pembicaraan tentang proyek apa yang
sedang mereka garap dan proyek apa saja yang telah mereka selesaikan. Tetapi
bukan proyek jalan tol lo ya, Ini proyek seni.
Sebagai contoh, dalam bidang sastra misalnya, salah satu
anggota sanggar Narariawani yang bernama Eyok el-Abrori sudah menerbitkan dua
buah judul buku sekaligus di tahun 2019 dan bisa di order mulai 2020 ini. Ini yang masih yunior, tak terhitung
jumlahnya kalau yang senior dan alumninya.
Dalam bidang lainnya seperti seni pertunjukan misalnya,
anggota-anggota sanggar yang lain selalu eksis latihan dan pentas. Jika ada
momentum sedikit, mereka tak urung memanfaatkannya untuk tampil. Inilah yang
saya saksikan sejak beberapa bulan lalu ikut nimbrung dalam aktifitas mereka.
Terakhir yang saya ikuti adalah kegiatan Romantic night move yang diadakan
pada penghujung malam tahun 2019 semalam. Kegiatan yang diadakan di halaman
kantor Akaliris ini dihajatkan sekaligus untuk menyambut tahun baru. Kegiatan inipun
tetap berjalan dengan maksimal sesuai yang direncanakan meski harapan
peserta/penonton tidak terpenuhi.
Ada Winda yang menampilkan monolog body talk. Ia tampil
dengan totalitas, tak sedikitpun terpengaruh dengan kuantitas penonton yang
bisa dihitung dengan jari. Penampilannya yang mengagumkan membuat saya teringat
dengan akting Joaquin Phoenix ketika memerankan karakter Joker yang begitu khas
dengan tertawa pesakitannya. Secara kebetulan Winda memerankan karakter
perempuan pesakitan yang bunuh diri sebagai akibat kebejatan lelaki yang telah
meninggalkannya.
Selanjutnya, kreatifitas. Nilai ini selalu saya saksikan pada
mereka. Misal setiap pementasannya, atau karya-karya tulisnya, mereka selalu
menyajikan sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengemas sesuatu yang lama
menjadi lebih segar untuk dinikmati.
Memang sudah sewajarnya nilai ini ada pada setiap pegiat
seni dan sastra. Tetapi terlepas dari itu, kita yang non-pegiat-nya bisa
mengambil nilai-nilai itu. Tetapi jujur saya katakan, anda mungkin tidak bisa
merasakannya dan meresapi nilai itu jika anda tidak mencoba nimbrung bersama
mereka, barang sekali dua kali.
Yang paling unik dari mereka adalah sportifitasnya. Pada malam
romantic night move yang
diselenggarakan tadi malam, para pegiat itu memberikan kesannya satu sama lain.
Tak terkecuali kesan mereka saat berbeda pandangan.
Ada saudara Isak Harry yang pertama melontarkan kesannya kepada
pak Yus,seorang dosen seni di Universitas Hamzanwadi. Saudara Harry menyampaikan
bagaimana ia kurang sejalan dalam beberapa pandangan dengan pak Yus. Namun demikian
ia tetap terkesan dengan karya-karya dan aktifitas kesenian yang terus
dilakukan olehnya.
Sekelebat cerita itu yang mampu saya tangkap saat ikut
menikmati suasana sederhana nan romantis itu. Meski secara pribada saya sendiri
sedari awal sudah membaca cara mereka berinteraksi satu sama lain. Sejauh yang
saya saksikan, bagaimanapun tajam perbedaan mereka, tetapi jika karya orang
lain itu memang bagus, mereka tetap mengakuinya dan memberikan apresiasi dan
support. Paling nampak dengan saling menghadiri pentas masing-masing, atau
membeli dan membaca karya satu sama lain.
Nilai-nilai inilah kemudian yang menjadi pemacu saya untuk mulai
belajar berkarya yakni karya tulis, meski saat ini masih jatuh bangun. Namun saya
bersyukur bahwa tahun 2019 ini saya rasakan lebih baik dari tahun-tahun
sebelumnya. Tentu ini juga berkat kebaikan bang Ages dan saudara Isak Harry
sebagai sesama Founder Akaliris.id yang telah mengajak saya bergabung mengelola
dan berkegiatan di Akaliris dan mempertemukan saya dengan berbagai sosok penuh
karya.