Jika mencari sesuatu yang special dari apa yang saya
ceritakan mungkin anda tidak akan menemukannya, karena apa yang saya ceritakan
biasa-biasa saja dibandingkan dengan pengalaman orang lain. Lihat saja, sudah
banyak kisah-kisah perjalanan beasiswa yang lebih menarik, lebih menantang;ada
kisah mereka di tanah Eropa, Amerika, Mesir, dll. Sementara Malaysia? Mungkin
satu yang membedakannya, karena cerita ini bukanlah cerita para TKI yang mana
sudah dipandang rendah, hina dina untuk diabadikan.
Anda gak percaya? Saya sudah membuktikannya. Tanpa menyebut
lebih dulu bahwa saya adalah awardee beasiswa atau secara lebih singkat bahwa
saya mau pergi “sekolah” ke Malaysia, setiap orang, ya.. setiap orang yang saya
temui pasti langsung men-djuge bahwa saya akan pergi bekerja di kebun kelapa
sawit. Meski secara tampang sudah bisa dipastikan tak mendukung (maklum badan
saya kurus dan kecil.he ).
Tetapi mau gimana lagi, itu sudah menjadi kosmologi
masyarakat Lombok, NTB-saya tidak tahu-mungkin juga Indonesia, bahwa pergi ke
Malaysia berarti bekerja sawit. Mungkin kosmologi seperti itu terbentuk dari
rentetan panjang sejarah masyarakat kita (baca:Lombok) bahwa Malaysia adalah
tujuan merantau utama bagi mereka. Berbagai kisah tersaji setelah pulang dari
sana tidaklah mengenakkan. Inilah yang meninggalkan jejak kisah yang mungkin
asal mula konotasi “Malaysia” identik dengan “sawit”.
Sayapun mulai mem-biasa dengan tanggapan setiap orang-yang
jikalau saya kasih tahu bahwa saya mau ke Malaysia-bahwa saya akan pergi
“njujuk”[1]
sawit. Biar begitu saya tidak mau menahan keadaan sebenarnya bahwa saya adalah
pelajar. Dengan nada yang tegas dan sedikit kepercayaan diri saya menjawab
bahwa saya akan pergi belajar. Bukan sombong lo ya. Tujuan saya semata ingin
meyakinkan orang bahwa bangsa sasak orang Lombok pergi ke negeri Jiran itu tidak
mesti selamanya menjadi pekerja sawit.
Inilah sedikit alasan mengapa saya mesti menyampaikan
semacam permakluman dulu sebelum menulis “sikik demi sikik” perjalanan saya
selama berada di negeri Jiran ini. Kata orang menulis adalah mengabadikan diri,
maka tak lebih demikianlah keinginan saya, ingin mengabadikan diri sendiri.
Perjalanan hidup yang menurut saya patut saya abadikan. Sebuah koleksi foto bisa
saja bercerita lebih kronologis, tetapi kata-kata akan lebih cepat
membangkitkan rasa. Rasa yang suatu saat akan membuat serpihan rindu menjadi
bulir-bulir airmata saat membacanya.
ah sudahlah, gak usah terlalu panjang “mukaddimah”nya ntar
keburu saya jadi sastrawan.he. ini dululah.
Malaysia, hari ke 7, 07 February 2020 ditemani lagu Endmesh
hanya rindu (cover oleh felix) dan dikelilingi kawan-kawan yang sedang
merindu.he
[1] Njujuk adalah bahasa sasak yang berarti
“memetik” (ini arti terdekatnya menurut saya karena saya belum menemukan kata
lain dalam bahasa Indonesia yang sesuai) dengan mendorong buah.