Hari ini adalah hari ke-19 kami #dirumahsaja, menaati
keputusan Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) dari pemerintah setempat. PKP yang
diberlakukan ini semakin lama semakin diperketat. Semakin dibatasi pergerakan
atau aktifitas seseorang. Jika PKP periode pertama kami masih diberikan
kelonggaran dengan izin keluar sampai larut malam meski tetap diawasi. Sekarang
aktifitas itu dibatasi dari jam 08.00 sampai jam 20.00. Itupun hanya untuk
keperluan yang urgen.
Banyak sahabat dan keluarga yang bertanya tentang kondisi
kami. Karena berita yang mereka terima kami sedang berada dalam kondisi
lockdown, padahal tidak demikian (dalam tulisan-tulisan sebelumnya saya sudah
jelaskan perbedaannya). Malah kamilah yang khawatir dengan keluarga di kampung,
memperhatikan situasi dan kondisi yang berkembang. Dimana berita yang kami baca
lebih banyak tentang kondisi penyebaran virus yang semakin masif.
Tetapi saya tahan dulu berkomentar tentang kondisi di kampung
halaman, saya ingin fokus dengan cerita kami yang berada di negeri jiran. Sedikit
cerita tentang apa saja yang kami lakukan selama #dirumahsaja. Meski sebenarnya
bisa ditebak karena kemungkinan semua orang akan melakukan hal yang sama saja
ketika berdiam #dirumahsaja.
Awalnya ketika PKP ini bermula, kami masih aktif kuliah meski
daring. Tetapi ketika perkembangan semakin memburuk dan PKP ini diperpanjang
maka kampus kami memutuskan meliburkan kami. Semua kegiatan baik itu kegiatan
belajar mengajar, tugas, dsb, berhenti. (Meski ada beberapa dosen dari kawan
kami yang lain yang tetap ngotot memberikan kuliah).
Kami yang semula antusias dengan pengajaran daring ini mulai
berubah mood dari memikirkan mengerjakan tugas dengan bersantai. Coba tebak apa
yang kami pilih? Sudah pasti bersantai.he. Mau bagaimana lagi? Kecenderungan kita
kan lebih condong “berenang-renang ketepian berakit-rakit kehulu” daripada “berakit-rakit
kehulu berenang-renang ketepian”. Apalagi jika kita tumbuh besar dalam
lingkungan seperti itu, fix kita auto milih santai. Eh bahkan dalam kondisi
harusnya belajarpun kan kita lebih memilih santai bukan?
Tapi sejujurnya (bukan pembenaran) bahwa ternyata bersantai
dan mengurangai kontak dengan gadget kita bisa sedikit mengalihkan perhatian. Kita
lebih rileks dan tidak tegang dan was-was yang justru tidak baik bagi kesehatan
fisik maupun mental. Untuk menghindari ini terjadi, Zizek, seorang filsuf dari Slovenia
menyarankan untuk tidak terlalu memikirkan (untuk sementara ini) hal-hal yang
berkaitan dengan situasi jangka panjang, sebaliknya kita ada baiknya membuat
jadwal harian apa yang bisa kita lakukan dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Kegiatan-kegiatan yang disarankan bisa seperti menonton
film-film, bermain game, komedi, podcast
tentang cerita-cerita masa lalu. Paling tidak kegiatan-kegiatan seperti ini
bisa mengalihkan perhatian kita dari berita-berita yang simpang siur, hoaks,
dsb. Hal itu cukup berbahaya apalagi jika kita jatuh ke dalam pilihan dilematis
apa yang disebutnya sebagai “anxious paranoia” dan “ineffective Symbolization”.
Bahasa sederhananya kita dihadapkan pada keresahan yang membuat gila dan
kecerobohan dengan mengabaikan (berpura-puira) bahaya di depan mata. Maka kiranya tepat
kegiatan-kegiatan sederhana seperti yang saya sebutkan menjadi pilihan untuk lari
dari ancaman dua kenyataan itu.
Beruntungnya, tanpa disarankan Zizek-pun kami sudah
melakukannya bersama kawan-kawan. Kami menonton film bareng tiap malam. Sampai-sampai
ada kawan (saya sebut saja, nama dia Agung.hihi) dapat gelar boss bioskop
hijauan.wkwk. Betapa besar jasa bos mini bioskop kami ini mengunduhkan kami
film secara sukarela. Saya doakan semoga tercatat sebagai amal ibadahnya dan
diberikan ganjaran yang setimpal di dunia (mudahan dalam bentuk jodoh indo China)
maupun di akhirat (ketemu saya) kelak. Ehehe.
Film-film yang diunduhkan beragam dari Thriller, Sci-Fic,
Mystery, Romance, dll. Tetapi jika di persentasekan, mungkin 80% dari semua genre
film itu adalah film India (Thanks God and Agung telah menjadikan kami
sebagai fanebase film India).
Syukurnya stok film kami tidak pernah kurang, bahkan lebih banyak dari stok
makanan kami. Oleh sebabnya kami selama karantina diri (self-quarantine) telah
menjelma menjadi makhluk nokturnal menyaingi kelelawar.
Film adalah salah satu hiburan dari sekian hiburan yang bisa
di dapatkan. Hal-hal barupun bermunculan atmosfer media sosial. Seperti Q&A
dalam bentuk list aktifitas. Dari list pertanyaan itu nanti akan dicontreng
oleh si penjawab lalu di upload di medsos.
Selain hiburan-hiburan diatas, masih banyak ragam aktifitas
yang bisa dilakukan seperti membuat diskusi online, kursus online, dsb. Karena di
masa merebaknya wabah ini banyak sekali aplikasi-aplikasi pengajaran yang
menawarkan kelas gratis. Salah satu yang saya temukan dan cukup menarik adalah
aplikasi edx. Dalam aplikasi ini, kita bisa memilih dua hal: kursus dan
program. Kebanyakan yang gratis adalah kursusnya. Tapi ada opsi jika ingin
mendapatkan sertifikat maka mesti bayar dengan bayaran yang sudah ditetapkan.
Aplikasi ini berbasiskan di luar negeri, sedangkan aplikasi
di dalam negeri juga tidak kalah banyak. Bisa kita katakan selama covid ini
terjadi, begitu banyak peluang belajar-belajar daring yang tersedia. Perpustakaan-perpustakaan daringpun banyak memberikan akses buku gratis bahkan seelit Harvard dan Oxford.
Biar begitu semua kembali ke diri kita masing-masing. Opsi mana
yang kita ambil akan menentukan apa yang akan kita dapatkan. Namun terlepas
dari itu semua, yang paling penting adalah kita bisa menghadapi pandemic ini
dengan tenang, tidak dihantui oleh keresahan dan ketakutan yang berlebihan yang
justru bisa berdampak buruk pada psikologi kita.
Kajang, 06 April 2020