Malas (Ramadhan_covid-19_06) - Amaq Solah
News Update
Loading...

Thursday, April 30, 2020

Malas (Ramadhan_covid-19_06)



Semenjak saya dan kawan-kawan mulai masuk kuliah, kami satu sama lain mulai seperti sibuk siang dan malam mengerjakan tugas-tugas yang sudah lama menumpuk menanti untuk disapa. Maklum saja, salah satu keburukan lain yang dibawa covid-19 ini selain gejala demam dan sebagainya adalah kemalasan. Sejak datangnya si covid-19 ini, seolah kemalasan-kemalasan yang selama ini menjadi tersangka atas kegagalan-kegagalan manusia, sekarang mendapat tempat yang layak sebagai sosok yang patut dibela mati. Seakan sudah menjadi sebuah kebenaran. Maka hidup dengannya adalah sesuatu yang wajar.

Bentuk kemalasan seringkali terselubung. Dengan pembenaran-pembenaran kecil, sedikit-demi sedikit ia menjadi kewajaran. Bentuk terselubungnya biasanya berbentuk penundaan-penundaan. Segala momentnya adalah parah, kecuali pada saat libur. Libur akan melegitimasi rasa malas dengan membuatnya seolah terasa seperti hak, wajib dipenuhi dan dituntut.

Cuma mungkin bagi saya kategori kemalasan disini ialah beralih fokus terhadap tanggung jawab utama kita. tanggung jawab disini ialah apa yang melekat dan seharusnya tidak terpisahkan dari diri kita. misalnya saya adalah seorang pelajar? Apa tanggung jawab saya? Belajar. Jika aktifitas-aktifitas yang dilakukan selama diluar waktu formal tidak diisi dengan belajar, bagi saya itu adalah gejala sebuah kemalasan. Meskipun itu waktu libur.

Sebagai contoh saja, beberapa waktu lalu kami mendapatkan libur dari kampus sekitar satu bulan. Jika ditimbang-timbang , durasi waktu itu sangat lebih dari cukup untuk diisi dengan belajar, menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang menumpuk (yang merupakan bagian daripada belajar itu sendiri). Tetapi aktifitas yang lain justru lebih menarik, dan semakin menarik bila dilakukan pembenaran bahwa itu sah-sah saja, hak diri yang harus dipenuhi selama liburan. Dalilhnya semakin tak terbantahkan bilamana ditambah dengan “bahwa saat ini juga kita sedang karantina diri”.

Itu baru dorongan dari dalam. Belum lagi jika dorongan dari luar semakin menggoda. Iya, apalagi kalau bukan akses smartphone. Tentu kita tidak serta merta menyalahkannya karena ia hanyalah benda yang bergantung pada subyek yang menggunakan. Namun salah satu fungsinya yakni akses terhadap kenikmatan sesaat sering menjadi kekuatan yang melumpuhkan kefokusan. Ini tidak bisa dinafikan, kata seorang Proffesor saya ingat beberapa waktu lampau pernah menyampaikannya kepada saya.

Apa yang terjadi? Keterlenaan dan kelalaian. Terlena karena tenggelam di dalamnya dan merasa tidak ada yang salah dengan apa yang terjadi. Lalai karena telah lupa dengan tanggung jawab inti yang mesti diselesaikan. Ini seringkali menimpa termasuk kami. Lebih lagi di zaman korona ini. Mungkin bagi yang terbiasa kerja di rumah tidak akan terlalu terpengaruh dengan perubahan yang terjadi karena covid ini. Tetapi bagi yang terbiasa berada di luar dan menganggap rumah sebagai tempat istirahat, ini adalah hal lain yang menambah sisi-sisi kemalasan.

Sebulan berlalu, kepuasan sementara kami raih. Dalam tulisan sebelumnya saya pernah bercerita dimana waktu-waktu kami itu kami isi dengan nonton film bersama, dan yang pasti dan tidak terhindarkan adalah bermain dengan smartphone. Apakah itu bermain game, sosial media, dll tidak usah ditanya. Tetapi yang pasti adalah selain mengerjakan tugas itu sendiri.

Apakah kami kemudian tertinggal mengerjakan tugas? Tidak juga. Tugas tetap mampu kami selesaikan. Namun yang ada dalam bayangan saya, bagaimana seandainya tugas-tugas itu diselesaikan jauh-jauh hari termasuk ketika waktu libur? Tentu kualitas karangan atau karya jauh lebih baik dan maksimal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Selalu saja begitu. Waktu tidak bisa ditarik mundur lagi.

Ini contoh saja dari uraian kemalasan jika anda adalah seorang penuntut ilmu seperti saya. Selebihnya anda bisa renungkan sendiri dan menyesuaikan dengan diri anda. Jika anda seorang pekerja kantoran? Apa yang sebaiknya dilakukan agar terhindar dari simtom kemalasan? Kenapa symptom itu bisa terjadi? Mungkin hanya anda yang tahu. Selebihnya saya akan ulas kenapa kita cenderung tidak menikmati pekerjaan dan hasilnya malah jatuh kepada kemalasan? Pada tulisan berikutnya!

Malaysia, 29 April 2020

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done