Semenjak saya dan kawan-kawan mulai masuk kuliah, kami satu
sama lain mulai seperti sibuk siang dan malam mengerjakan tugas-tugas yang
sudah lama menumpuk menanti untuk disapa. Maklum saja, salah satu keburukan
lain yang dibawa covid-19 ini selain gejala demam dan sebagainya adalah
kemalasan. Sejak datangnya si covid-19 ini, seolah kemalasan-kemalasan yang
selama ini menjadi tersangka atas kegagalan-kegagalan manusia, sekarang
mendapat tempat yang layak sebagai sosok yang patut dibela mati. Seakan sudah menjadi
sebuah kebenaran. Maka hidup dengannya adalah sesuatu yang wajar.
Bentuk kemalasan seringkali terselubung. Dengan
pembenaran-pembenaran kecil, sedikit-demi sedikit ia menjadi kewajaran. Bentuk
terselubungnya biasanya berbentuk penundaan-penundaan. Segala momentnya adalah
parah, kecuali pada saat libur. Libur akan melegitimasi rasa malas dengan
membuatnya seolah terasa seperti hak, wajib dipenuhi dan dituntut.
Cuma mungkin bagi saya kategori kemalasan disini ialah
beralih fokus terhadap tanggung jawab utama kita. tanggung jawab disini ialah
apa yang melekat dan seharusnya tidak terpisahkan dari diri kita. misalnya saya
adalah seorang pelajar? Apa tanggung jawab saya? Belajar. Jika
aktifitas-aktifitas yang dilakukan selama diluar waktu formal tidak diisi
dengan belajar, bagi saya itu adalah gejala sebuah kemalasan. Meskipun itu
waktu libur.
Sebagai contoh saja, beberapa waktu lalu kami mendapatkan
libur dari kampus sekitar satu bulan. Jika ditimbang-timbang , durasi waktu itu
sangat lebih dari cukup untuk diisi dengan belajar, menyelesaikan tugas-tugas
kuliah yang menumpuk (yang merupakan bagian daripada belajar itu sendiri).
Tetapi aktifitas yang lain justru lebih menarik, dan semakin menarik bila
dilakukan pembenaran bahwa itu sah-sah saja, hak diri yang harus dipenuhi
selama liburan. Dalilhnya semakin tak terbantahkan bilamana ditambah dengan
“bahwa saat ini juga kita sedang karantina diri”.
Itu baru dorongan dari dalam. Belum lagi jika dorongan dari
luar semakin menggoda. Iya, apalagi kalau bukan akses smartphone. Tentu kita tidak serta merta menyalahkannya karena ia
hanyalah benda yang bergantung pada subyek yang menggunakan. Namun salah satu
fungsinya yakni akses terhadap kenikmatan sesaat sering menjadi kekuatan yang
melumpuhkan kefokusan. Ini tidak bisa dinafikan, kata seorang Proffesor saya
ingat beberapa waktu lampau pernah menyampaikannya kepada saya.
Apa yang terjadi? Keterlenaan dan kelalaian. Terlena karena
tenggelam di dalamnya dan merasa tidak ada yang salah dengan apa yang terjadi.
Lalai karena telah lupa dengan tanggung jawab inti yang mesti diselesaikan. Ini
seringkali menimpa termasuk kami. Lebih lagi di zaman korona ini. Mungkin bagi
yang terbiasa kerja di rumah tidak akan terlalu terpengaruh dengan perubahan
yang terjadi karena covid ini. Tetapi bagi yang terbiasa berada di luar dan
menganggap rumah sebagai tempat istirahat, ini adalah hal lain yang menambah
sisi-sisi kemalasan.
Sebulan berlalu, kepuasan sementara kami raih. Dalam tulisan
sebelumnya saya pernah bercerita dimana waktu-waktu kami itu kami isi dengan
nonton film bersama, dan yang pasti dan tidak terhindarkan adalah bermain
dengan smartphone. Apakah itu bermain game, sosial media, dll tidak usah
ditanya. Tetapi yang pasti adalah selain mengerjakan tugas itu sendiri.
Apakah kami kemudian tertinggal mengerjakan tugas? Tidak
juga. Tugas tetap mampu kami selesaikan. Namun yang ada dalam bayangan saya,
bagaimana seandainya tugas-tugas itu diselesaikan jauh-jauh hari termasuk
ketika waktu libur? Tentu kualitas karangan atau karya jauh lebih baik dan
maksimal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Selalu saja begitu. Waktu tidak bisa
ditarik mundur lagi.
Ini contoh saja dari uraian kemalasan jika anda adalah
seorang penuntut ilmu seperti saya. Selebihnya anda bisa renungkan sendiri dan
menyesuaikan dengan diri anda. Jika anda seorang pekerja kantoran? Apa yang
sebaiknya dilakukan agar terhindar dari simtom kemalasan? Kenapa symptom itu
bisa terjadi? Mungkin hanya anda yang tahu. Selebihnya saya akan ulas kenapa
kita cenderung tidak menikmati pekerjaan dan hasilnya malah jatuh kepada
kemalasan? Pada tulisan berikutnya!
Malaysia, 29 April 2020