Kerikil Tuhan (Ramadhan covid-19_02) - Amaq Solah
News Update
Loading...

Monday, April 27, 2020

Kerikil Tuhan (Ramadhan covid-19_02)



Sejak awal entah kenapa saya tidak condong seperti kebanyakan orang yang mengartikan segala fenomena dengan hikmah. Saya bukannya men-djuge itu salah. Bahkan jika mengutip beberapa pandangan, itu adalah cara golongan yang disebut dalam al-Quran sebagai golongan “Ulul-Albab”. Sebuah golongan cerdas yang berusaha mencari kebenaran ilahi melalui maksimalisasi kemampuan akal dan hati.

Wabil khusus semasa kejadian wabah yang menimpa saat ini. Banyak hikmah beterbangan kita saksikan di langit dunia sosial media dari para pakar agama. Hikmah tentang bagaimana kita mengartikan kejadian luar biasa yang sedang menimpa, wabah yang bernama covid-19 ini. Para ahli itu menafsirkan untuk kita dengan begitu apik dan penuh kehati-hatian. Sasarannya tentu agar ruang-ruang kesadaran kita selalu terisi.

Salah satu yang paling menarik menurut saya adalah pendapat beberapa ulama yang mengartikan wabah ini sebagai proses dekonstruksi simbol-simbol ibadah yang selama ini sering menipu kita. Kedekatan dengan Tuhan yang kita identikkan dengan bangungan, sejak datang covid-19 pandangan itu pontang panting kita rubah bahwa ternyata Tuhan tidak bersemayam di sana. Jika sebelumnya motif-motif ibadah sering tersandera dalam simbol sosial, hari ini malah kita seperti diingatkan dengan kebebasan beribadah dalam kesendirian.

Dengan kejadian wabah ini, kita dipaksa mengoreksi kesalahan-kesalahan yang mungkin kita remehkan padahal itu bisa jadi setara dengan menyelingkuhi Tuhan, saat kita beribadah di ruang publik. Lalu setelahnya diam-diam kita seakan dibisiki untuk merenungi kembali dalam ibadah kesendirian kita, dimana kita menempatkan Tuhan selama beribadah selama ini? Di gedung kah? Di keramainkah? Atau mungkin yang paling parah adalah ternyata Tuhan sendiri tidak pernah bersemayam dalam diri kita? Sehingga selama ini ibadah yang kita lakukann pun bukan untuk mensyukuri keberadaannya tetapi malah untuk ibadah itu sendiri. Apakah ini artinya kita telah menuhankan ibadah kita?

Renungan-renungan yang diberikan oleh ahli agama sebagai proses memeras sari pati hikmah dari fenomena wabah ini tentu sangat berarti mendobrak keawaman dalam beragama yang salah satunya saya sendiri sering lakukan. Tetapi tentu saja pencarian kebenaran yang sedang kita jalani tidak serta merta berakhir dalam renungan singkat. Malah saya sendiri sering khawatir dengan diri sendiri, tentu jika cara saya menyaring tetesan tetesan kebenaranNya terus seperti ini.

Kekhawatiran saya adalah jangan-jangan ibadah-ibadah yang saya lakukan terjatuh kepada akumulasi kekalahan-kekalahan. Tuhan mesti mengutus kerikil untuk membuatku terpeleset barulah kemudian saya beristigfar. Tuhan mesti mengutus penyakit barulah saya mengucapkan “Alhamdulillah” atas nikmat sehat sebelumnya ada. Lalu Tuhan mesti melepas virus barulah saya terbangun dari halusinasi ibadah saya. Saya khawatir jika ibadah saya terus menerus berdiri diatas pembenaran-pembenaran kecil ini, yang sesungguhnya membuat saya menjadi pecundang, telah sedikit-demi sedikit menggeretku menjauh dari kebenaran sejati itu sendiri.

Malaysia, 25 April 2020


Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done