Sumber: gettyimages.fi |
Pengertian dan latar belakang lahirnya Green Job
Bagi sebagian kalangan, kata “Green Jobs” mungkin terdengar masih asing. Namun kata ini sebenarnya sudah lama dikenal terutama di kalangan akademisi dan pembuat kebijakan. Menurut International Labour Office (ILO) Green Jobs adalah penciptaan lapangan pekerjaan yang layak secara ekonomi dan dan dapat mengurangi konsumsi energi dan bahan baku (dematerialize economy), mengurangi emisi gas rumah kaca (decarbonize economy), mengurangi limbah dan polusi, melindungi dan memperbaiki kualitas lingkungan serta mampu beradaptasi dengan lingkungan (Nadya Citra Ardiani, Janti Gunawan, 2021).
Selain itu, Green Jobs sendiri menurut The United Nation Environment Program (UNEP) adalah “those that contribute appreciably to maintaining or restoring environmental quality and avoiding future damage to the ecosystem”, segala usaha yang dapat memberi dampak bagi pelestarian atas kualitas lingkungan dan menghindari dampak kerusakan ekosistem di masa depan (Gunawan & Fraser, 2014).
Green Jobs ada disebabkan oleh timbulnya kesadaran terhadap dampak negatif dari eksploitasi alam secara masif di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh konsep ekonomi yang memungkinkan manusia menggunakan segala cara tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum (profit oriented). Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan konsep ekonomi alternatif melalui apa yang disebut sebagai “Green Economy”
Green Economy mengandaikan perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan polisi dan emisi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial(Iskandar & Aqbar, 2019). Salah satu pilar yang dapat mensukseskan Green Economy ini adalah adanya pekerjaan yang memiliki dampak positif bukannya eksploitatif terhadap alam, maka konsep Green Jobs seperti yang dijelaskan sebelumnya menemukan relevansinya.
Masuknya konsep Green Jobs ini juga memiliki dampak terhadap paradigma yang ada selama ini. Dalam paradigma sebelumnya, kegiatan pelestarian lingkungan (utamanya di Indonesia) selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi LSM, NGO, dan kegiatan CSR perusahan yang berbau lingkungan(Syarif, 2011). Namun dengan masuknya konsep Green Jobs ini, pelestarian lingkungan telah membawa paradigma baru dan memberikan harapan yang lebih segar. Dunia bisnis mulai dapat dipandang bisa memberi peran lebih untuk konservasi lingkungan tidak melulu eksploitatif secara mutlak.
Lebih jauh, konsep Green Jobs ini seolah semakin menemukan relevansinya disebabkan adanya wabah pandemi covid-19. Dapat kita baca di berbagai media bagaimana kemudian beberapa kota yang menerapkan sistem lockdown justru berdampak pada kebersihan polusi yang lebih bersih. Artinya apa? Bahwa memang betul eksistensi kita dalam menjalani kehidupan selama ini telah cukup banyak menyumbang buruk terhadap lingkungan. Namun demikian, meninggalkan aktifitas itu juga sesuatu yang sangat sulit (untuk tidak mengatakan mustahil). Oleh sebab itu, Green Jobs seperti obat manjur yang menjadi solusi alternatif mengatasi kedua perkara itu.
Peluang Green Jobs untuk kaum muda
Lalu seperti apa saja peluang Green Jobs itu
dimasa depan terutama bagi anak muda?
Beberapa peluang Green Jobs yang terbuka di
masa depan untuk anak muda Indonesia bisa dibaca pada table berikut:
(Lee,2010) |
Dalam table diatas, pekerjaan yang paling banyak
dibutuhkan di semua wilayah dan jenis perusahaan ialah ahli bidang biogas
kelistrikan. Peluang kedua terbanyak diisi oleh analis proyek karbon, ahli
persampahan, dan ahli biomas. Sisanya diisi oleh ahli Geothermal, ahli listrik
Hydro, dan ahli kelistrikan. Namun secara umum semua pekerjaan itu memiliki
peluang besar dengan wilayah kebutuhan yang mencakup di zona lokal dan nasional.
(Lee,2010) |
Dari daftar diatas, terdapat sekitar 21 Green Jobs yang menjadi lapangan utama tempat ditampungnya anak muda hari ini dan tentunya
di masa depan juga. Lalu ada lagi lima tambahan sektor yang telah mengarah
sebagai Green Jobs, salah satu diantaranya ialah manajer penanaman, sisanya bisa
dilihat pada table di bawah ini:
(Lee,2010) |
Dari sekian pekerjaan yang tersedia seperti
diatas, muncul pertanyaan: Bagaimana menyiapkan skill yang sesuai dengan
pekerjaan tersebut? Sebab tidak mungkin mengharapkan pekerjaan tersebut diisi
jika tidak memiliki SDM yang layak, padahal untuk menjadi SDM yang layak
memerlukan biaya yang besar baik itu pelatihan di informal maupun melalui
institusi formal. Ironisnya, lebih banyak anak muda yang tidak memiliki biaya
untuk mendapatkan pelatihan yang layak maupun belajar di sekolah formal.
Namun demikian keadaan sebenarnya tidak seburuk itu karena beberapa inisiatif banyak dilakukan baik itu oleh NGO maupun perusahaan swasta dalam menyiapkan SDM yang layak.
Studi Kasus NGO bernama Indecon menunjukkan beberapa peluang kerja bagi para pekerja dan bagaimana mereka dilatih memiliki skill yang dibutuhkan untuk itu, selanjutnya bisa dilihat pada table dibawah:
(Lee,2010) |
Program-program pelatihan seperti ini sebenarnya juga berasal dari dorongan kuat yang dilakukan pemerintah melalui regulasi, sehingga semua perusahaan diharuskan melewati standar yang diinginkan pemerintah. Salah satu diantara regulasi itu adalah permenlh No. 06/2006 yang mengatur tentang kompetensi pelayanan lingkungan oleh baik itu personalian maupun institusi tersebut.
Maka dari itu, rasa-rasanya, kesadaran ekologis sebaiknya sedini mungkin ditanamkan oleh kaum muda kita sebab pekerjaan dimasa mendatangpun justru lebih banyak tersedia bagi mereka yang memiliki modal kesadaran lingkungan itu. Harapan lain bertumpu kepada pembuat regulasi agar senantiasa menyediakan payung hukum yang pro terhadap konservasi alam baik itu bagi perusahaan maupun stakeholder lainnya.