Pengantar Singkat Komunikasi Organisasi - Amaq Solah
News Update
Loading...

Saturday, September 11, 2021

Pengantar Singkat Komunikasi Organisasi


Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia dibanding dengan makhluk lain adalah kemampuannya bekerjasama dalam jumlah yang relatif banyak (Harari 2017). Yang paling mencengangkan adalah bahwa manusia membangun kerjasamanya dengan sangat mudah bahkan dengan orang baru. Ini sama sekali tidak terjadi pada spesies lain. Kemampuan bekerjasama inilah yang kemudian memungkinkan manusia membangun sebuah kelompok, organisasi, komunitas, perusahaan bahkan negara.

Manusia membangun sebuah organisasi menggunakan dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif (Furqon 2003). Pendekatan obyektif adalah pandangan yang melihat organisasi sebagai sebuah struktur. Pandangan ini melihat organisasi eksis secara nyata dan memiliki batasan-batasan yang pasti. Jika menyebut kata “organisasi”, maka itu seolah kita dapat membayangkan sebuah wujud yang nyata suatu entitas yang terdiri dari orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan. Secara singkat, pendekatan obyektif ini memandang organisasi sebagai sebuah struktur. Namun tidak demikian dengan pendekatan subyektif. Melalui pendekatan subyektif, kita bisa memahami bahwa organisasi itu tiada lain hanyalah sebuah konstruksi sosial. Bahwa eksistensi organisasi tidak an sich daripada manusia. Organisasi tidak lebih dari sekedar tindakan-tindakan, transaksi, dan interaksi manusia. Secara singkat bahwa organisasi adalah proses.

Kedua pendekatan itu membawa implikasinya masing-masing. Jika kita menggunakan kacamata obyektif, untuk memahami organisasi, maka kita sebaiknya mempelajari secara keseluruhan. Dalam arti bahwa kita mencoba memahami bagaimana sebuah organisasi beradaptasi terhadap lingkungannya dan juga bertahan hidup. Dalam mengelaborasinya, kita membayangkan organisasi itu layaknya satu entitas sehingga menjelaskannya dengan sudut pandang bagaimana ia bertahan dari yang luar dari dirinya. Sedangkan pendekatan subyektif menitik beratkan kepada “apa” yang membentuknya, yaitu manusianya. Sehingga agar dapat memahaminya, maka kita mesti mempelajari unsur yang membentuknya itu, yaitu manusianya. Maka pengetahuan hanya bisa diperoleh manakala kita melihat prilaku-prilaku dari manusia dan apa makna prilaku itu bagi mereka. Dalam pembahasan berikutnya, pendekatan yang digunakan dalam mengkaji organisasi (peran komunikasi di dalamnya) secara tidak langsung disampaikan menggunakan kedua pendekatan itu.

Komunikasi dalam organisasi

Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata dalam bahasa latin yaitu communis yang berarti “sama”, “communico”, “communication”, atau “communicare” yang berarti “membuat sama”.(Ikhsan & Mandalia 2015). Merujuk asal katanya tersebut, kita dapat memahami bahwa proses komunikasi yang baik mesti menjadikan kedua belah pihak antara komunikator dan komunikan mesti berada pada posisi yang setara. Komunikasi yang baik mengandaikan tiadanya tembok pemisah antara komunikator dan komunikan. Dengan begitu, keefektifan penyampaian pesan akan berlangsung seperti yang diharapkan.

Dalam komunikasi organisasi, yang perlu diperhatikan adalah arus informasi, dimana arus informasi ini yang akan mengatur penyebarluasan informasi ke publik. Pace & Paul (1998 dalam Ishak 2012) ada empat model dominan dalam transfer informasi dalam komunikasi organisasi. Model-model tersebut adalah top-down, bottom-up, horizontal, dan lintas saluran. Dalam model top-down, para pemimpin pada umumnya memberikan perintah berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan yang harus dilakukan oleh anggotanya. Pola ini menuntut anggota lebih pasif karena bersifat job oriented dimana anggota lebih banyak menunggu perintah dari atasan.

Model kedua adalah buttom up. Alur dari pola ini adalah vertical, dimana anggota mengkomunikasikan ide atau gagasan ke atasan masing-masing. Kebanyakan organisasi menggunakan model ke tiga yaitu model horizontal, dimana setiap staf atau anggota berhubungan dengan staf atau anggota antar divisi. Sedangkan model yang keempat adalah lintasan saluran. Dalam model ini, komunikasi yang terjadi bersifat lintas jabatan. Maksudnya, anggota atau staf bisa berhubungan secara vertikal maupun horizontal di dalam organisasi. Keempat model tersebut berlaku bagi komunikasi internal dalam suatu organisasi.

Jika sebuah organisasi mampu memaksimalkan model yang tepat dalam arus komunikasinya, maka akan tercipta iklim yang baik di dalam organisasi yang mana membuat organisasi tersebut akan berjalan dengan efektif. Iklim organisasi ini sendiri adalah kualitas pengalaman subyektif dari setiap anggota atas karakter-karakter yang relatif langgeng pada organisasi. Sehingga bila model yang diterapkan tepat, setiap anggota akan memiliki pengalaman subyektif yang baik yang akan membuat kenyamanan dan keefektifan dalam bekerja. 

Namun yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin dalam setiap komunikasi adalah noise, yaitu gangguan-gangguan yang biasanya terjadi selama proses komunikasi sedang berlangsung. Gangguan komunikasi dapat berupa faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra (suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas)(Hassa Nurrohim & Anatan 2009). Selain itu, perlu juga diperhatikan situasi ketika berkomunikasi tidak hanya isi dan pesan yang disampaikan. Hal ini dapat menjadi gangguan dalam komunikasi apabila situasinya tidak tepat antara komunikator dengan komunikan.

Negosiasi dalam komunikasi organisasi

Negosiasi merupakan usaha pendekatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam rangka saling menyamakan ketertarikannya terhadap pihak lainnya (Ikhsan & Mandalia 2015). Negosiasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah  menyepakati sumber daya yang terbatas sepeti tanah, properti, dan waktu. Selain itu, negosiasi ditujukan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang di setujui oleh satu pihak sedangkan pihak lainnya belum tentu menyetujuinya. Dan yang ketiga adalah negosiasi terjadi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di berbagai pihak.

Dalam komunikasi bisnis, negosiasi terjadi dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan ini ada dua, pertama kesepakatan integratif dan kesepakatan distributif. Kesepakatan integratif adalah kesepakatan untuk mencapai win-win solution, sedangkan kesepakatan distributif adalah tawar-menawar untuk memenangkan atau menguntungkan salah satu pihak (Hamdan, Ratnasari & Hirzi 2015). Kemampuan negosiator dapat dilihat dari karakteristik personal mencakup keberanian menggali lebih banyak informasi, sabar bertahan lebih lama dari negosiator lawan, berani meminta lebih, integritas menekan untuk win-win solution, dan kesediaan menjadi pendengar yang baik.

Konflik Dalam Negosiasi

Meski pada prinsipnya negosiasi ditujukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik, namun dalam prosesnya, negosiasi sendiri bisa menemukan jalan buntu yang akhirnya menciptakan konflik lagi. Terdapat banyak hal yang dapat menciptakan konflik di dalam negosiasi tersebut, diantaranya: 1. Ketika satu pihak atau lebih menolak untuk bergerak dari posisi awal negosiasi; 2. Lebih fokus kepada orang dan posisi daripada masalah yang ada; 3. Adanya agenda tersembunyi atau rasa saling tidak percaya terhadap motivasi pihak lawan; 4. Manipulasi dan perilaku agresif terhadap salah satu pihak atau lebih; 5. Keinginan untuk menang, tanpa mempedulikan apapun resikonya; 6. Mengejar sasaran yang terlalu tinggi dan tidak realistis. 7. Tidak bersedia meluangkan waktu untuk menjajaki posisi lawan dan/atau, adanya penolakan untuk menghargai sudut pandang lawan; 8. Kurang jelasnya peran atau tingkat otoritas; 9. Kriteria subyektif yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau proses pengambilan keputusan yang tidak jelas (Zumaeroh 2010).

Adapun strategi dalam menangani konflik dalam negosiasi dibagi menjadi tiga: 1). Mencegah Konflik;2). Menangani Konflik;3). Penangguhan. Untuk mencegah konflik, negosiator sebaiknya melakukan komunikasi yang terbuka, mengenali kebutuhan lawan, dan merespon kebutuhan timbal balik.  Teknis komunikasi yang terbuka yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: Perhatikan adanya asumsi tersembunyi dihadapan semua orang, baik dari diri sendiri maupun pihak lawan; Berusahalah membuka jalurjalur komunikasi; Hindari kurangnya kejelasan dalam negosiasi; Belajar mendengarkan dengan baik; Ungkapkan perasaan dan kebutuhan dengan cara yang tidak terkesan mengancam. Berikutnya, dalam mengenali kebutuhan lawan, seorang negosiator sebaiknya menempatkan diri di posisi lawan. Jika reaksi lawan tegang, dan sebagainya, sebaiknya berhenti dan mencari alternative lain dalam pembicaraan. 

Strategi kedua menangani konflik dalam negosiasi adalah menangani konflik dengan konfrontasi. Konfrontasi yang terjadi selama konflik apabila dikelola dengan baik maka akan dapat memperjelas perbedaan terkait apa yang dianggap bernilai oleh kedua belah pihak, apa yang difikirkan masing-masing, apa yang dirasakan oleh keduanya, apa yang ingin dilakukan oleh keduanya, dan apa yang benar-benar dilakukan oleh kedua belah pihak.

Selanjutnya, strategi yang lain yang dapat dilakukan dalam menangani konflik tersebut adalah penangguhan. Jika posisi negosiasi tidak menemukan titik temu, perlu kiranya dilakukan penangguhan dalam beberapa lama, bisa lima menit, atau bisa satu hari. Penangguhan ini setidaknya bisa memberikan kedua belah pihak mengambil nafas, mengatur ulang emosi, dan memberikan waktu berfikir.

Kesimpulan

Salah satu hal yang paling menonjol dari spesial bernama manusia adalah kemampuannya bekerjasama dalam jumlah banyak dan dengan orang asing. Kemampuan ini memungkinkannya membangun kelompok dalam bentuk organisasi, komunitas, perusahaan, bahkan negara. Dalam mengelola kelompok itu, salah satu hal yang paling strategis yang dengannya sebuah kelompok tidak mungkin bisa dijalankan dengan baik adalah komunikasi. Dengan begitu, setiap unsur dalam kelompok tersebut mesti memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi. Lebih-lebih para pemimpinnya yang memiliki kekuasaan lebih dalam mengendalikan massanya.

Salah satu kemampuan komunikasi yang mesti dimiliki dalam mengelola organisasi adalah kemampuan negosiasi. Kemampuan ini semakin urgen manakala organisasi tidak bisa melepaskan diri dari interaksi dengan organisasi yang berbeda. Dalam hal ini, seperti yang dikatakan Ikhsan & Mandalia (2015) negosiasi berperan dalam rangka menyepekati sumber daya, menciptakan sesuatu yang baru, dan menyelesaikan konflik. Namun demikian, dalam negosiasi itu sendiri tidak terlepas dari konflik selama negosiasi itu berlangsung. Untuk itulah kemudian penanganan konflik dalam negosiasi juga perlu dikuasi.

 

Daftar Pustaka

Furqon, C. 2003. Hakikat Komunikasi Organisasi. Hakikat Komunikasi Organisasi.

Hamdan, Y., Ratnasari, A. & Hirzi, A.T. 2015. Kemampuan Negosiasi Pengusaha Dalam Meningkatkan Kesepakatan Bisnis. MIMBAR, Jurnal Sosial dan Pembangunan.

Harari, Y.N. 2017. Sapien, Riwayat Singkat Umat Manusia. Kepustakaan Populer Gramediia: Jakarta.

Hassa Nurrohim & Anatan, L. 2009. Efektivitas Komunikasi Dalam Organisasi. Jurnal Manajemen.

Ikhsan, M.F. & Mandalia, S.A. 2015. Komunikasi Public Relations Dalam Implementasi Teknik Lobi Dan Negosiasi Pada. Komunikasi Public Relations Dalam Implementasi Teknik Lobi Dan Negosiasi Pada Kegiatan Eksternal Telkom Foundation.

Ishak, A. 2012. Peran Public Relations dalam Komunikasi Organisasi. Jurnal ASPIKOM.

Zumaeroh. 2010. MENGENALI KONFLIK DALAM NEGOSIASI. Jurnal Ekonomika Universitas Wijayakusuma Purwokerto 13: 130.

 


Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done