Foto: Dokumentasi Pribadi |
Pertanyaan ihwal mana yang lebih didahulukan antara menikah
atau melanjutkan karir banyak sekali terlontar dari anak-anak muda terutama
yang masih berada di bangku perkuliahan. Tidak sedikit diantara mereka yang
menuangkan unek-uneknya itu kepada saya pribadi. Pertanyaan itu merupakan
bentuk keresahan mereka terhadap ketidakpastian akan masa depan yang akan
mereka hadapi. Beberapa dari mereka menganggap bahwa memiliki pekerjaan yang
layak, punya penghasilan yang cukup dan bisa saving adalah pilihan
terbaik. Sebaliknya, sebagian lagi berfikir dengan berbagai alasan bahwa
menikah jauh lebih baik daripada harus berkarir terlebih dahulu.
Kenyataannya, hidup tidak sesederhana membuat dua pilihan
biner seperti itu. Hidup itu kompleks dan kita mempunyai permasalahan yang
berbeda-beda satu sama lain, yang sebenarnya kita sendirilah yang lebih
memahami permasalahan diri kita. Namun sebelum lanjut untuk mengomentari
masalah itu, perlu diperhatikan bahwa perasaan ketidakpastian, kebimbangan, dan
kehampaan seperti itu merupakan bentuk dari salah satu fase kehidupan yang
biasa disebut oleh para psikolog sebagai “Quarter Life Crisis”. Untuk
lebih memahami istilah ini, anda bisa “Googling” sendiri.
Lanjut, bagi saya pribadi, pilihan antara menikah dan
berkarir dulu tidak tepat jika dibenturkan. Keduanya merupakan fase yang
natural atau dalam istilah agama adalah “sunnatullah” yang memang akan selalu
kita hadapi. Membenturkan keduanya berarti menihilkan salah satu fitrah hidup
kita sebagai manusia. Tidak ada yang lebih penting dari yang lain. Keduanya
hanyalah soal waktu dan kesempatan. Jika pada suatu waktu kita mempunyai
kesempatan untuk menikah dan jalannya terbuka[1],
maka alangkah lebih baiknya pilihan itu diambil bahkan jika anda masih menempuh
studi sarjana anda.
Mungkin menurut anda pernyataan itu terlalu sembrono dan
sikap seperti itu terlalu ceroboh. Jika dilihat dari kenyataan yang biasanya
kita hadapi ketika berada pada fase itu, mungkin saja tuduhan sembrono dan
ceroboh atas pernyataan itu benar. Tetapi ada kenyataan lain yang jarang anda
sadari, bahwa pada fase itulah waktu terbaik anda membangun komunikasi dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Mengapa bisa demikian?
Pertama, circle terbaik menjalin hubungan adalah
semasa berada di bangku perkuliahan. Anda akan bertemu banyak orang yang
rata-rata sama dengan anda, masih muda dan belum menikah. Hal ini memungkinkan
anda punya kesempatan memilih dan saling mempelajari kecocokan satu sama lain
yang lebih besar. Anda tidak harus tergesa-gesa untuk memutuskan ke jenjang
pernikahan, namun yang saya tekankan di sini adalah anda harus terbuka akan
adanya kemungkinan anda menjalin kedekatan dengan orang lain. Jika anda cukup
beruntung menemukan yang se-frekuensi, anda akan mudah membuat proyeksi masa
depan kapan harus komitmen ke jenjang yang lebih serius seperti pernikahan.
Namun, seringkali dengan alasan fokus belajar, beberapa
orang menutup diri dan tidak mau memberikan kesempatan bagi dirinya menjalin
kedekatan dengan orang lain semasa di bangku perkuliahan. Padahal ketika berada
di dunia kerja, circle-nya akan terbatas pada lingkungan bekerjanya
saja, yang kebanyakan adalah sudah menikah atau setidaknya sedang menjalin
hubungan dengan orang lain.
Selain itu, kesibukan bekerja yang menuntut anda untuk fokus
dan professional seringkali menyita perhatian anda secara berlebihan. Hal ini
akan menimbulkan efek psikologis bagi anda dalam hal memulai hubungan dengan
orang lain. Tidak sedikit yang saya temukan gagap memulai hubungan setelah
berada di dunia kerja disebabkan oleh salah satunya ketidaknyamanan untuk
basa-basi. Dunia kerja yang keras telah menghabiskan energi dan waktu mereka
sehingga mereka menganggap basa-basi hanya menyia-nyiakan waktu mereka.
Padahal sebuah hubungan lebih-lebih hubungan asmara selalu
dimulai dengan basa-basi. Sayangnya orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan
mereka seringkali menganggap basa-basi terlalu kekanak-kanakan. Tetapi yang
mereka lupa, tidak ada kisah cinta yang tidak dimulai dengan sikap
kekanak-kanakan. Anda harus selalu siap bersikap demikian jika ingin memulai
sebuah kisah asmara anda. Sikap itu juga hanya bisa terbentuk dengan adanya
antusiasme untuk saling mengenal, dan ini sangat mungkin terjadi ketika anda
masih berada pada circle besar seperti dunia perkuliahan.
Kedua, rentang usia 21 hingga 25 tahun adalah rentang usia
dimana semester-semester akhir ditempuh hingga perkuliahan baru saja usai.
Dalam rentang ini, pengalaman di bangku perkuliahan cukup menjadi bekal untuk
memasuki kehidupan yang nyata yang membutuhkan fikiran yang cukup matang. Bukan
hanya itu, pada rentang itu kita juga mengalami masa-masa puncak produktif
secara biologis terutama bagi perempuan. Jika anda menemukan pasangan yang
membuat anda nyaman bukan hanya secara emosional tetapi juga secara fikiran,
maka bisa jadi itu pertanda bahwa menikah adalah jalan terbaik bagi anda berdua
untuk menggapai kesuksesan di masa depan.
Tidak sedikit figur-figur yang dianggap sukses menikah pada
rentang usia itu. Sebut saja salah satunya seperti Najwa Shihab. Dia menikah
diusia bahkan lebih muda dari rentang usia minimal yang saya sarankan yakni di
usia 19 tahun. Sebagian anda mungkin akan mengintrupsi, “Itu kan karena dia
anak orang berada!”. Anda lupa kalau banyak anak orang kelas menengah dan
menikah diusia muda tetapi kandas juga di tengah jalan. Anda juga mungkin lupa
kalau banyak orang yang miskin tetapi tetap langgeng dan malah bisa menjajaki
tangga kesuksesan bersama.
Artinya apa? Titik tekannya ada di ekosistem rumah tangga.
Ekosistem yang baik akan menghasilkan masing-masing pribadi diantara kedua
pasangan akan tangguh menghadapi segala macam badai rumah tangga. Jika
ekosistem rumah tangga suportif, maka tidak ada ujian yang tidak bisa dihadapi
bersama. Najwa tidak mungkin sesukses hari ini jika tidak didukung oleh suami
yang suportif. Sebaliknya bagaimanapun banyak harta dan kasih sayang orang tua
anda, tetap saja akan berakhir dengan kegagalan jika anda dan pasangan anda
gagal membangun ekosistem baik.
Ekosistem ini sendiri terbentuk dari kenyamanan anda secara
emosional dan fikiran ketika menjalin hubungan di fase pra-nikah. Kenyamanan
ini tidak mungkin akan terbentuk jika tidak melalui pintu perkenalan. Perkenalan
hanya mungkin terjadi jika anda tidak menutup peluang mendekati atau didekati oleh
orang lain. Kecuali kalau anda menganggap pernikahan itu sendiri tidak penting
dalam hidup anda, maka mungkin ulasan-ulasan di atas tidak perlu diuraikan.
[1] Disclaimer: sasaran tulisan ini adalah
mereka yang berusia 20 tahun ke atas atau tengah menempuh studi sarjana