Bio-Kontemplasi - Amaq Solah
News Update
Loading...

Tuesday, August 15, 2023

Bio-Kontemplasi

 

Gambar: Dokumentasi pribadi

Kontemplasi sering kita artikan sebagai perenungan; sebuah proses kita merefleksikan dan mengevaluasi kehidupan kita, apa yang baik dan apa yang buruk yang telah kita lalui. Lebih daripada itu, kontemplasi merupakan pengingat, pemberi jeda untuk kita memulai ulang atau menginstall mode baru dalam seluruh kehidupan yang kita jalani.

Jeda, disadari atau tidak, sangat subtantif dalam proses kehidupan. Jeda mengingatkan kita akan keterbatasan dan batasan diri sendiri. Tanpa kesadaran bahwa kita mempunyai batasan, maka manusia pasti akan membuat mafsadat atau kerusakan, baik atas dirinya maupun kepada orang lain.

Sebab, jamak kita fahami bahwa manusia mempunyai hasrat atau nafsu yang sama sekali tidak memiliki batasan. Bahkan agama sendiri menyindirnya dengan mengandaikan jika dua gunung emas diberikan kepada sang nafsu, maka tentu itu masih kurang. Sifat nafsu inilah yang paradoks dengan fitrah manusia yang serba terbatas. Jika dua hal yang paradoks ini dipaksakan antara satu atas yang lain, maka pasti terjadi kerusakan.

Misalnya, seberapapun lezat dan banyak makanan yang anda punya, anda tidak mungkin mampu memakan semuanya meski anda sangat menginginkannya. Jika anda tetap paksakan, maka sangat mungkin anda akan sakit perut. Inilah kerusakan yang nyata jika kita memaksakan paradoks hidup bertabrakan.

Contoh yang lebih nyata lagi terjadi seminggu lalu pada diri saya sendiri. Karena dua minggu sebelumnya saya tengah mengalami penyakit tipes, tidak ada aktifitas lain yang dapat saya kerjakan kecuali menatap layar hp dan laptop. Hasilnya screen time saya meningkat lima jam penggunaan harian menjadi 6 jam setengah, durasi yang cukup menjadikan saya memecahkan World Record penatap layar HP terlama di dunia.

Tidak menunggu waktu lama untuk saya merasakan dampaknya. Kurang lebih setelah “World record” itu terlampaui, tengkuk saya nyeri terus menerus. Isi lambung serasa meronta ingin keluar, kepala bagian belakang “nyut-nyut” tiada henti. Semua rasa itu lalu bermuara pada insomnia selama beberapa hari.

Saya, pada akhirnya, menyadari bahwa saya telah membuat kerusakan sendiri atas tubuh saya karena tidak cepat menyadari bahwa mata saya punya batasan kapan harus istirahat digunakan meski hasrat atau nafsu saya masih terus menerus menikmati scrolling sosial media, dan lainnya. Saat dua paradoks itu saya paksakan, saat itulah kerusakan atau mafsadat itu menghampiri.

Oleh sebab itu, saya tidak punya pilihan lagi selain harus memberikan jeda agar living system yang mengalami pergeseran dari posisi alamiahnya dapat bekerja memperbaiki dirinya sendiri. Proses inilah yang (lebih nyaman) saya sebut dengan istilah bio-kontemplasi daripada self-healing atau istilah-istilah lainnya. Sebab proses healing dari sistem biologis kita tidak mungkin berjalan jika kita tidak punya mekanisme penyadaran atas hakikat kedirian kita sendiri secara konsisten.

Misalnya bahwa kita secara konsisten membatasi secara praktis tindakan kita saat kita diingatkan oleh kesadaran kita bahwa tubuh biologis rapuh kita tidak akan pernah mampu secara terus menerus menampung hasrat yang tak terbatas. Jika kita tidak berusaha secara konsisten mengaktualisasikannya, sebaliknya terus menerus memaksakan sesusatu yang tak terbatas atas sesuatu yang terbatas, maka kerusakan demi kerusakan akan menghampiri kita hingga kemudian kita akan dibatasi sendiri oleh pembatas yang tidak akan bisa ditembus:tanah.

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done